Simulator ruang kelas untuk mendukung pelatihan guru

Persiapan untuk mulai mengajar di kelas, mengelola perilaku murid, dan bertemu dengan orang tua dapat menjadi prospek yang menakutkan bagi banyak guru prajabatan. Dapatkah teknologi menjadi bagian dari solusi atas isu ini?

Para peneliti di University of Virginia di Amerika Serikat telah menghabiskan lima tahun terakhir mencari cara untuk mendukung metode pelatihan guru tradisional misalnya penempatan guru magang dengan kurikulum simulasi yang diwadahi secara digital.

Peneliti utama dalam proyek tersebut, Dr. Julie Cohen, memperlihatkan bagaimana temuan studi terbaru ini (Cohen & Wong, 2021) menunjukkan bahwa penggunaan simulator kelas dapat menjadi salah satu solusi untuk mendukung guru prajabatan dalam memberikan pengajaran yang tepat dan efektif sejak hari pertama.

Riset ini memanfaatkan simulasi yang dikelola melalui platform realitas-campuran yang menampilkan ruang kelas virtual dengan avatar sebagai murid, dengan tetap didukung oleh sesi pembinaan langsung serta umpan balik dari tim peneliti. Setiap avatar dikendalikan oleh aktor profesional yang dilatih oleh para peneliti langsung untuk mewujudkan interaksi kelas yang realistis.

Pendekatan campuran

Memahami besarnya makna pelatihan di ruang kelas secara tatap muka dengan guru praktik sebagai mentor, Cohen mengatakan bagaimana riset ini berfokus pada pentingnya mencari cara untuk menambah dukungan atau memperkuat beberapa aspek dalam pelatihan guru, dibanding berupaya untuk menggantikannya.

“Saya sepenuhnya meyakini bahwa akan selalu ada beberapa hal yang tidak dapat dibuat menjadi otomatis – dan sebaliknya, banyaknya hal yang mungkin mengalami automasi. Kami mencoba mengidentifikasi hal-hal tersebut dan mulai membangun simulasi otomatis untuk pelatihan guru,” sebutnya dalam wawancara dengan Teacher. “Kami mencoba untuk benar-benar memfokuskan latihan dan simulasi pada hal-hal yang mungkin tidak banyak didapatkan ataupun dengan mudah dapat dipraktikan oleh kandidat guru dalam periode magangnya.”

Misalnya, umpan balik responden riset menunjukkan bahwa salah satu pengalaman yang dirasa paling sulit disiapkan oleh guru prajabatan adalah pertemuan dengan orang tua murid.

“Saya selalu bertanya [kepada guru prajabatan] ‘kegiatan apa yang paling Anda tunggu?’ dan ‘apa yang paling membuat Anda gugup?’ …Secara umum, para guru prajabatan selalu merasa gugup dengan prospek untuk bertemu dengan orang tua murid… tidak ada guru praktik yang benar-benar akan memberikan kesempatan kepada guru magang dalam pelatihannya untuk memimpin diskusi dengan orang tua, sebab interaksi adalah hal yang bahkan jarang mereka lakukan sebagai guru praktik, hanya beberapa kali dalam setahun. Taruhannya sangat tinggi untuk memberikan kesempatan berdiskusi dengan orang tua kepada guru yang masih berlatih,” kata Cohen, “Hal-hal semacam inilah yang menjadi target sempurna untuk disimulasikan.”

Memadukan umpan balik dari responden riset dengan bukti empiris mengenai apa yang dibutuhkan oleh guru prajabatan merupakan pertimbangan utama dalam merancang konten pelatihan.

Pentingnya latihan dan umpan balik

Cohen mengatakan bahwa simulasi tidak hanya memberikan kesempatan bagi guru prajabatan untuk mencoba melakukan uji praktik yang biasanya tidak dapat mereka lakukan, tapi juga memungkinkan praktik konten yang sama secara berulang kali, serta menerima pembinaan dan umpan balik di sepanjang kegiatan.

“Saya pernah menjadi guru kelas dan di saat sekolah usai, kebanyakan saya tidak lagi dapat mengingat apa yang saya lakukan di jam 9:30 pagi tadi. Oleh sebab itu, model yang kami ciptakan mengutamakan kecepatan dan hasil serta umpan balik yang dapat langsung diterima oleh peserta simulasi. Anda dapat melakukan pelatihan, melakukannya lagi, mendapatkan bimbingan, serta melakukannya lagi,” jelasnya. “Ada banyak bukti tentang pentingnya pembinaan secara langsung oleh guru praktik di ruang kelas. Dan saya pikir, kita tidak cukup sering memastikan hal ini terlaksana; kita jarang dengan segera memberikan umpan balik kepada guru pemula, dan saya pikir para guru prajabatan ini sangat membutuhkannya.”

Menariknya, riset ini menemukan bahwa kesempatan untuk mempraktikkan skenario kelas yang menantang dan menerima pembinaan serta umpan balik langsung juga dapat membantu melawan kelelahan dan gesekan yang umumnya terjadi selama masa pelatihannya sebagai guru prajabatan.

Ke mana dari sini?

Teknologi simulasi bagi pendidikan guru prajabatan semacam ini telah lama menjadi instrumen pelatihan di bidang lain, seperti kedokteran, penerbangan, dan militer. Jadi, apakah simulasi benar akan menjadi instrumen penting dalam pelatihan guru prajabatan?

"Saya harap begitu," kata Cohen. “Saya rasa bidang lain telah lama memiliki lebih banyak sumber daya daripada kami, dan saya sadar akan hal itu ... Saya dapat membayangkan sebuah dunia di mana guru di semua tingkatan memiliki sistem semacam ini, di mana mereka dapat mencoba mempraktikkan berbagai hal dan mendapatkan umpan balik.”

Tim peneliti saat ini bekerja untuk menciptakan rangkaian simulasi yang berfokus pada keragaman, kesetaraan, dan inklusi, serta mempelajari efek umpan balik bagi guru, pentingnya intervensi kesadaran untuk kesejahteraan guru, dan pelatihan yang berfokus pada mentoring. Cohen mengatakan adanya kemungkinan untuk menciptakan pula paket simulasi yang dirancang khusus untuk guru praktik.

Referensi

Cohen, J. & Wong, V. (2021, November 17). Using classroom simulators to transform teacher preparation. Brookings. https://www.brookings.edu/blog/brown-center-chalkboard/2021/11/17/using-classroom-simulators-to-transform-teacher-preparation/

Cohen, J., Wong, V., Krishnamachari, A. & Berlin, R. (2020). Teacher coaching in a simulated environment. Educational Evaluation and Policy Analysis, 42(2), 208-231. https://doi.org/10.3102%2F0162373720906217

Pikirkan pengalaman kerja Anda sendiri, bagaimana Anda mendukung perkembangan guru prajabatan di kelas? Pernahkah Anda bertanya kepada mereka, apa yang paling membuat mereka gugup?

Sebagai pimpinan sekolah, apakah para guru di sekolah Anda memiliki kesempatan untuk juga mendapatkan dukungan, umpan balik, dan pembinaan bahkan setelah melewati masa prajabatan?