Memupuk keterampilan abad ke-21

Sebuah penelitian internasional menunjukkan bahwa pendidik memainkan peran yang penting dalam mengembangkan keterampilan non-kognitif anak-anak tanpa perlu membebani anggaran sekolah.

Laporan OECD yang berjudul Skills for Social Progress: The Power of Social and Emotional Skills atau Keterampilan untuk Perkembangan Sosial: Kekuatan Keterampilan Sosial dan Emosional, menjelaskan bahwa sekolah mampu menciptakan dampak yang besar dengan mengadaptasi praktik-praktik belajar mengajar yang ada dan memperkenalkan inovasi baru tanpa ada penambahan upaya atau sumber daya signifikan lainnya.

Hal ini merujuk pada temuan yang memperlihatkan bahwa keterampilan sosial dan emosional – termasuk ketekunan, menghargai diri sendiri, motivasi, dan kerja tim – dapat secara efektif diajarkan dalam mata pelajaran kurikulum standar, seperti matematika dan bahasa.

Pembelajaran berbasis proyek atau berbasis masalah yang menggabungkan penyelesaian masalah berdasarkan situasi kehidupan nyata menjadi pendekatan yang dianjurkan, walaupun laporan di atas juga menyebutkan bahwa meski pendekatan ini hanya dikenalkan 'secara garis besarnya saja', tetap perlu ada dukungan dari semua elemen di sekolah, termasuk orang tua siswa.

Selain itu, laporan ini juga mengangkat kisah sukses dari tiga program di Amerika Serikat yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan non-kognitif. Program yang berjudul Tools for the Mind (ditujukan untuk anak prasekolah dan sekolah dasar tingkat awal), mendorong pentingnya permainan peran dan pembelajaran kelompok sebagai salah satu contoh yang turut dibahas.

Andreas Schleicher selaku Direktur Direktorat Pendidikan dan Keterampilan OECD, membahas pentingnya keterampilan non-kognitif di abad ke-21. "Anak-anak dan remaja perlu memiliki seperangkat keterampilan kognitif, sosial, dan emosional yang seimbang agar dapat berhasil dalam kehidupan modern seperti sekarang," tutur beliau di bagian kata pengantar.

“[Keterampilan] seperti halnya ketekunan, kemampuan bersosialisasi, dan menghargai diri sendiri telah terbukti mempengaruhi beragam ukuran sosial, termasuk peningkatan kesehatan, kesejahteraan pokok, dan penurunan peluang terjadinya masalah perilaku.”

“Keterampilan kognitif dan sosio-emosional berinteraksi dan saling memupuk, serta memberdayakan anak agar sukses baik di dalam maupun di luar sekolah.”

Laporan ini menyajikan hasil dari 3 tahun penelitian yang dilakukan OECD dan menyertakan rekomendasi selanjutnya bagi para pembuat kebijakan, peneliti, administrator sekolah, dan juga OECD.

"Orang tua, guru, dan pemberi kerja menyadari bahwa anak-anak yang berbakat, termotivasi, berorientasi pada tujuan, dan mampu bekerja sama lebih mungkin melalui badai kehidupan, tetap menunjukkan kinerja baik dalam pekerjaannya, dan sebagai hasilnya mencapai kesuksesan sepanjang hidupnya," ulas laporan OECD.

“Salah satu alasan di balik munculnya kesenjangan antara penelitian dan komunitas praktisi adalah ada kesan di kalangan guru dan administrator sekolah bahwa untuk berinvestasi dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional perlu ada upaya dan sumber daya tambahan yang signifikan. ... pengalaman di beberapa negara justru menunjukkan bahwa tidak selalu demikian. Meningkatkan keterampilan sosial dan emosional dapat dilakukan bersamaan dengan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan kognitif.”

Mengambil peran sebagai mentor dan fasilitator pembelajaran digadang-gadang sebagai salah satu cara bagi para guru untuk meningkatkan rasa percaya diri, motivasi, dan stabilitas emosional siswanya.

“Teman sebaya juga memainkan peran, karena anak dapat belajar berbagai keterampilan sosial dan emosional seperti kolaborasi, negosiasi, dan sosialisasi dari teman sepermainan dan teman sekelas.”

Kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga dan seni, keikutsertaan dalam OSIS atau manajemen kelas, dan pelatihan keterampilan hidup serta lingkungan kerja untuk remaja, juga terbukti sebagai pendekatan yang memiliki dampak positif.

Hal ini memperlihatkan adanya hubungan antara keterampilan kognitif (akademik) dan non-kognitif.'... hasil terbaru dari PISA 2012 mengindikasikan bahwa kepercayaan diri, motivasi, dan ekspektasi erat kaitannya dengan kinerja yang lebih baik dalam bidang literasi.

“Sebagai contoh, kemampuan literasi matematika seorang siswi yang rendah erat hubungannya dengan rendahnya tingkat kepercayaan dirinya dibandingkan dengan teman-teman laki-laki sebayanya.”

Laporan ini pun menjelaskan bahwa “[Seorang anak] yang sangat disiplin dan gigih lebih mungkin meningkatkan keterampilan matematikanya dibandingkan siswa lain dengan tingkat keterampilan matematika yang sama, tetapi dengan tingkat disiplin dan kegigihan yang lebih rendah. Dengan memiliki kedisiplinan dan kegigihan, anak akan lebih rajin mengerjakan pekerjaan rumah dan memperoleh manfaat lebih dari menyelesaikan tugas itu. Oleh karenanya, keterampilan kognitif dan sosial serta emosional sangatlah berkaitan erat satu sama lain.”

Referensi

OECD (2015). Skills for Social Progress: The Power of Social and Emotional Skills. (Keterampilan untuk Perkembangan Sosial: Kekuatan Keterampilan Sosial dan Emosional) OECD Skills Studies, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789...

Apakah ada program yang khusus dirancang untuk meningkatkan keterampilan non-kognitif di sekolah Anda?

Bagaimana Anda mengukur perkembangan keterampilan sosial dan emosional siswa?

Bisakah Anda memasukkan pendekatan berbasis proyek atau berbasis masalah ke dalam kurikulum yang ada?