Program Indonesia Teacher Leaders (ITL) di Canggu Community School (CCS) menitikberatkan kegiatannya pada sesi berbagi seputar praktik baik – dengan menghubungkan guru-guru yang berpengalaman mengajarkan metode pengajaran berbasis inquiry terbaik dengan para tenaga pendidik dari komunitas setempat, serta memberikan peningkatan kapasitas profesional bagi rekan sejawat tenaga pendidik asal Indonesia.
CCS adalah sekolah nirlaba bagi siswa-siswi pendidikan usia dini hingga kelas 13 yang menawarkan program International General Certificate of Secondary Education (sertifikat internasional tingkat sekolah menengah), serta International Baccalaureate (IB). Sekolah ini menampung sekitar 460 murid yang berasal lebih dari 40 negara dan staf pengajar dari seluruh belahan dunia.
Monica Steiner, selaku guru kelas 5, menjadi fasilitator program ITL sejak Agustus 2017 hingga Juni 2019. Pada sesi tanya jawab kali ini, beliau berbagi secara rinci mengenai inisiatif pengembangan profesionalisme serta tujuan dari kegiatan tersebut.
Saya sudah sering mendengar mengenai komitmen CCS untuk memastikan pengembangan profesi dan ketersediaan kesempatan untuk belajar bagi asisten pengajar. Sudah berapa lama CCS menjalankan misi ini?
Pengembangan profesi selalu menjadi prioritas utama CCS, bahkan sejak lembaga ini didirikan, dan saat ini, sebagian besar kegiatan pengembangan profesi diberikan secara internal oleh para guru yang berkualitas serta berdedikasi. Asisten pengajar pun harus merupakan guru yang memiliki kualifikasi dan bersedia bekerja di sekolah internasional di Bali. Di ruang kelas, kami menyediakan guru ekspatriat dan asisten pengajar asli Indonesia (yang juga memiliki kualifikasi). Beberapa posisi pengajar, seperti untuk Coding, diajarkan hanya oleh guru Indonesia. Kami juga mempunyai sejumlah guru Indonesia untuk mengajarkan kelas Bahasa Indonesia.
Gagasan untuk mengadakan pengembangan profesi khusus bagi asisten pengajar muncul sejak beberapa tahun silam saat CCS masih di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah dan Direktur terdahulu, Warren Bowers dan Beccy Fox. Visi mereka adalah untuk membuat sebuah grup kecil berisikan asisten pengajar yang diberi kesempatan mendapatkan sesi pengembangan profesi, dan disebut kelompok ‘Teachers in Transition’. Para asisten pengajar ini akan bertemu setiap minggu, menyiapkan materi pengembangan profesi untuk satu sama lain, dan mengembangkan praktek mengajar mereka masing-masing. Warren dan Beccy juga mengadopsi buku karya Charlotte Danielson yang berjudul Enhancing Professional Practice sebagai salah satu media untuk membantu asisten pengajar dalam menentukan target satu tahun ke depan.
Mengapa kesempatan semacam ini penting diberikan?
Para asisten pengajar kami adalah guru yang memiliki kualifikasi, namun mereka masih membutuhkan lebih banyak pelatihan terkait metode pengajaran paling mutakhir. Kami juga paham betul bahwa meski para guru yang tergabung dalam Teacher in Transition nantinya akan menjadi sangat terampil, masih akan ada asisten pengajar lainnya yang terlewat dan tidak hadir dalam pertemuan staf, sehingga tidak menerima informasi mengenai pengembangan profesi yang sepadan.
Sejak dimasukannya pengembangan profesi ke dalam rencana strategis sekolah yang berlaku untuk semua guru, kami merasa perlu lebih sering lagi mengadakan kegiatan serupa. Kami percaya bahwa asisten pengajar seringkali punya kebutuhan yang berbeda-beda dan sebaiknya diberikan waktu dan ruang yang memadai untuk bisa menentukan target dan upaya masing-masing. Pada akhir tahun ajaran 2016-2017, program Teachers in Transition kemudian bertransformasi menjadi program Indonesian Teacher Leaders (ITL).
Bagaimana program ITL dijalankan dan perkembangannya selama ini?
Selama tahun ajaran 2017-2018, grup ITL telah merencanakan sejumlah sesi dan lokakarya pengembangan profesi bagi kolega asal Indonesia (baik guru maupun asisten pengajar) setiap minggu. Para anggota akan berkumpul setiap Kamis, memaparkan bagian dari sesi pengembangan profesi mereka kepada anggota ITL lainnya, lalu menerima umpan balik dan saran untuk perbaikan. Kemudian, pada hari Senin, mereka akan memaparkan materi tersebut kepada kolega dari Indonesia pada pertemuan staf rutin setelah jam sekolah. Menjelang akhir periode pembelajaran kedua, para anggota ITL akan mengirimkan survei kepada rekan sejawat untuk meminta masukan mengenai topik atau keterampilan yang perlu dibahas atau paling mereka butuhkan. Jika informasi tersebut berhasil didapat, rencana untuk target periode pembelajaran ke-3 dan ke-4 akan merujuk pada hasil survei tersebut. Grup ITL juga menawarkan dua opsi sesi mingguan agar kebutuhan semua staf Indonesia dapat terakomodir.
Pada April 2018, para guru yang tergabung dalam ITL menyelenggarakan lokakarya CCS yang ditujukan bagi guru bekerja di lingkungan sekitar. Ada 6 guru yang didapuk menjadi penyaji dan membahas beberapa topik beragam kepada lebih dari 40 guru lokal pada Sabtu sore. Sepanjang lokakarya, ada satu guru lokal yang bertanya bagaimana caranya agar ia bisa ikut program ITL dan hal inilah yang kemudian menginspirasi kami untuk mulai melakukan lebih banyak kegiatan untuk para guru di komunitas lokal setempat sepanjang tahun, tidak hanya sekali dalam setahun. Berangkat dari kondisi ini, kami kemudian menyusun rencana untuk 2019.
Tidak ada pendanaan khusus yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan kegiatan pengembangan profesi secara internal. Lokakarya tersebut mendapat dukungan dana dari yayasan dan pemerintah.
Bisakah Anda menceritakan mengenai sesi pelatihan yang telah diselenggarakan?
Dimulai sejak awal tahun ajaran 2018-2019, grup ITL terus melanjutkan sesi pengembangan profesi untuk kolega guru Indonesia mereka. Grup ini terdiri dari para guru ITL yang bekerja sama dengan sejumlah guru lokal di sekitar Canggu. Salah satu anggota pun menawarkan bantuan untuk mengajar Coding bagi kolega ekspatriatnya. Guru kami juga melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah negeri, tidak hanya untuk belajar dari mereka, tetapi juga untuk membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran di ruang kelas.
Semua guru dan asisten pengajar wajib membuat target tahunan. Grup ITL akan membantu mencapai target tersebut, mempersiapkan materi pengembangan profesi, dan menciptakan peluang observasi kelas sehingga para guru ini mampu mencapai target tahunannya. Pada semester pertama, sesi dititikberatkan berkaitan dengan target tersebut, sementara semester kedua digunakan untuk sesi pengembangan profesi dalam satu minggu, dilanjutkan dengan lokakarya untuk mempersiapkan materi, berlatih, dan berkolaborasi antar para guru dan asisten di minggu selanjutnya. Banyak guru dan asisten yang terkendala waktu untuk menerapkan keterampilan yang didapat, namun kami berharap sesi lokakarya ini akan membantu memfasilitasi kebutuhan tersebut.
Hampir semua sesi dibuat dalam bentuk praktik langsung atau hands-on, dimana peserta langsung menerapkan strategi dan keterampilan yang diperoleh ketimbang hanya mendengarkan pembicara bercerita. Materi yang dibagikan bisa dalam bentuk salinan cetak ataupun digital, tergantung kebutuhan. Guru ITL juga diharapkan untuk memantau perkembangan koleganya berkaitan dengan target tahunan mereka, setidaknya sekali dalam satu periode pembelajaran. Informasi yang didapat dari hasil pemantauan akan dipakai sebagai pembelajaran untuk pencapaian target. Guru-guru juga melakukan observasi satu sama lain setidaknya dua kali dalam setahun setelah menerima umpan balik.
Lokakarya yang diadakan pada bulan Mei tahun ini berlangsung sukses. Kami berhasil mengumpulkan 65 guru dari komunitas setempat untuk hadir dan guru ITL menawarkan banyak pilihan pelatihan. Tema yang diangkat adalah Visible Thinking and Inquiry Based Methods atau Metode Berpikir Nyata dan Berbasis Pertanyaan.
Bagaimana pendekatan ini bisa bermanfaat bagi sekolah dan komunitas yang lebih luas?
Sangat luar biasa melihat seberapa pesat perkembangan yang ditunjukkan setiap guru dan kebanyakan hanya karena perubahan cara pikir. Mereka akhirnya merasa bahwa mereka dihargai dan diakui sebagai guru yang mumpuni dan berdaya, baik di ruang kelas maupun di tengah masyarakat. Kemauan mereka untuk mencoba teknik mengajar yang baru semakin tumbuh dan kesempatan pencapaian target mereka pun semakin besar. Guru ITL dipandang sebagai pemimpin di sekolahnya dan selalu siap untuk membantu sejawatnya saat dibutuhkan. Mereka banyak dicari untuk posisi strategis dan diandalkan di banyak aspek.
Para guru kelas senang dengan keterampilan yang diperoleh dan sadar adanya peningkatan kemampuan literasi dan kemampuan berhitung siswa karena meningkatnya waktu pendampingan antara siswa dan guru/asisten pengajar. Asisten pengajar semakin sering diandalkan sebagai guru lapis kedua di ruang kelas daripada sekedar menjalankan fungsi administratif yang sangat melekat pada asisten pengajar di masa lampau.
Siswa, orang tua, dan komunitas di sekolah kini memandang asisten pengajar sebagai selayaknya guru dan jauh lebih menghargai mereka. Secara keseluruhan, program ini memetik kesuksesan besar dan kami berharap untuk terus melanjutkannya hingga tahun-tahun berikutnya. Dengan memberdayakan staf Indonesia, setiap orang di lingkungan sekolah merasakan perubahan positif.
Sebagai seorang tenaga pengajar, apa keahlian Anda? Apakah Anda juga membagikannya dengan kolega lain?
Sebagai seorang pemimpin di sekolah, adakah kesempatan untuk bermitra dengan sekolah lain? Bagaimana caranya agar bisa bekerja sama mengadakan acara untuk berbagi keterampilan dan profesionalisme?