Pembelajaran kolaboratif - tidak hanya untuk siswa

Pembelajaran kolaboratif tidak hanya sebagai media yang efektif di kelas, tetapi juga memiliki dampak yang besar di ruang staf guru. Para guru di Craigslea State High School di Brisbane menerapkan Peer Learning Groups (PLG - Kelompok Belajar Sejawat) untuk meningkatkan praktik mengajar dan prestasi belajar siswa.

Mark Farwell, selaku Kepala Sekolah, menjelaskan pendekatan kolegial seperti ini mendorong para guru bekerja dalam beberapa kelompok kecil, dimana kelompok tersebut berfokus pada aspek-aspek tertentu dari praktik pengajaran dengan menggunakan kerangka riset tindak lanjut. “Kami sudah memulai uji coba pada tahun 2013,” tambah Mark kepada Teacher. “Awalnya bermula dari penelitian internal kami seputar pengembangan profesional guru (professional development/PD) serta tentang lokakarya dan seminar [model tradisional] ... yang ternyata kurang mendapat perhatian. Penelitian tersebut membentuk inti dari pendekatan kami terhadap pengembangan profesional saat ini."

Farwell juga menekankan bahwa kegiatan ini bukanlah menambah aktivitas baru, tetapi lebih ke arah mengorientasi ulang pendekatan pengembangan profesional terhadap kerangka pedagogis sekolah. “Jadi, misalnya, sekolah fokus pada aplikasi pembelajaran berbasis kerja sama atau seperti kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) – kelompok belajar sejawat diarahkan untuk menggali lebih dalam fokus sekolah tersebut.’

Uji coba pertama di tahun 2013 difasilitasi oleh dua anggota staf. Pada tahun berikutnya, sekolah diberikan alokasi seorang guru mentor (Dr Patsy Norton) di bawah inisiatif Departemen Pendidikan Queensland. Farwell mengatakan bahwa kinerja seorang guru mentor bervariasi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sekolah Craigslea telah mantap menjadikan fasilitasi PLG sebagai peran utama dari guru mentor tersebut.

Matt Moorcroft, koordinator kelas 8 di sekolah ini sekaligus pengajar matematika untuk kelas 7 sampai 9 serta sains dan teknologi kelas 7, menyampaikan bahwa model kolaboratif semacam ini membantu terbentuknya ikatan yang kuat antar staf. “Saya memimpin PLG bersama tiga guru lain di bidang matematika. Kami adalah sekelompok guru matematika SMP (kelas 7 hingga 9) dan kami melihat ada kebutuhan untuk mengembangkan beberapa keterampilan matematika dasar di kelas kami.”

“Hal yang paling menarik tentang kelompok belajar sejawat bagi kami adalah bahwa kami boleh memutuskan apa yang ingin dikembangkan dan selanjutnya, Patsy akan menyediakan struktur dan pendekatan riset tindak lanjut yang sesuai sehingga program ini memiliki integritas yang lebih tinggi.” Moorcroft juga menambahkan bahwa Norton cukup jelas dalam menjalankan fungsinya: “Apa yang perlu kita cari tahu dan bagaimana kita akan mengumpulkan data dan mengukur kemajuan kita?”

PLG yang Moorcroft kembangkan meliputi serangkaian aktivitas pemanasan kelas matematika selama 5 menit dan mengingat kembali tugas-tugas yang sempat dikerjakan di awal pelajaran. Dia mengatakan bahwa waktu lima menit sebagai kompensasi kurangnya waktu yang sering dikeluhkan para guru. “Sejak itu kami terus menerapkannya, meski kini kami lebih fokus pada soal-soal matematika pemecahan masalah. Kami menggunakan proses yang hampir sama untuk mencoba dan mengembangkan pendekatan tersebut.”

“Semenjak itu, kemampuan dan kemauan kami untuk berbagi sumber daya di bidang matematika semakin baik. Yang utama adalah tumbuhnya rasa kebersamaan. Di kelompok kami, ada dua guru baru dan dua guru berpengalaman dan melalui kegiatan ini, ikatan di antara kami terjalin baik dan semakin menguatkan kelompok belajar sejawat binaan kami.”

Proses PLG mencakup diantaranya implementasi di kelas, observasi sejawat, dan umpan balik serta diskusi. Meskipun tujuan pengembangan profesional secara keseluruhan tidak berubah, ada beberapa 'pergantian taktik' dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pergantian yang dimaksud meliputi perkenalan pernyataan reflektif oleh masing-masing guru, adopsi pendekatan riset tindak lanjut, dan peningkatan pemberdayaan guru dengan memberikan mereka keleluasaan memilih strategi dan komposisi anggota kelompok yang selaras dengan kebutuhan dan minat masing-masing dengan tetap menempatkan sekolah sebagai prioritas.

Moorcroft dan Norton memaparkan rincian pendekatan yang diterapkan sekolah dalam ajang Excellence in Professional Practice Conference tahun 2017. Sebuah studi penelitian evaluatif terbaru yang mengulas pendekatan di sekolah Craigslea menemukan bahwa dengan membagikan kerja baik dari implementasi PLG, baik melalui makalah ataupun konferensi, terbukti meningkatkan 'rasa bangga' di antara rekan-rekan guru.

“Poin tersebut menarik,” Farwell coba merefleksikan, “karena salah satu tujuan utama diadakannya kelompok belajar sejawat adalah agar guru dapat mengukur dampak dari apa yang mereka kerjakan terhadap pembelajaran siswa. Hal itu tidak selalu dapat dikuantifikasi, terutama ketika Anda dihadapkan dengan periode riset tindak lanjut yang singkat. Tetapi, bagi saya, yang paling utama adalah terciptanya budaya pembelajaran profesional di sekolah – ini semata-mata demi meningkatan kapasitas guru terhadap pembelajaran profesional mereka.”

Pernahkah Anda melakukan proyek riset tindak lanjut di sekolah Anda? Dampak apa yang Anda rasakan terhadap prestasi belajar siswa? Bagaimana Anda mendokumentasikan dan merekam kemajuan yang dibuat?

Sebagai pemimpin sekolah, apakah Anda memastikan pembelajaran profesional untuk para staf sejalan dengan prioritas strategis sekolah? Apakah kegiatan ini mampu mengatasi permasalahan praktik mengajar yang terjadi? Apakah staf bekerja secara kolaboratif untuk mengatasi masalah ini?