Mengembangkan belajar sambil bermain di sekolah

Taman Kanak-kanak dan pendidikan pra-sekolah lainnya menggunakan pendekatan pedagogi yang menyenangkan untuk menyiapkan muridnya memasuki dunia sekolah, di lain pihak, pendekatan belajar sambil bermain dapat dimanfaatkan untuk terus dilakukan bahkan setelah murid menyelesaikan tahun-tahun pertamanya di sekolah.

Sebagai guru, Anda dapat mendukung murid Anda mengembangkan keterampilan dan mencapai kemajuan dengan menyediakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya pembelajaran yang menyenangkan lewat aktivitas yang mampu memandu serta membiarkan murid mencoba kemampuan dirinya di saat-saat yang tepat.

Rachel Parker adalah Peneliti Utama Senior di Australian Council for Educational Research (ACER). Saat ini ia bekerja dengan LEGO Foundation dalam riset atas proses belajar sambil bermain serta pengalaman bermain berskala global.

Ia juga menjelaskan bahwa anak-anak mengembangkan banyak keterampilan lewat proses belajar sambil bermain, misalnya dalam kegiatan berkebun di sekolah. Parker menambahkan sebenarnya terdapat begitu banyak tipe permainan yang bisa diintegrasikan dalam proses belajar, pendidik di berbagai tempat juga mulai mempertimbangkan pendekatan tambahan untuk menciptakan “diet bermain” yang seimbang.

Sebagai contoh: permainan imajinatif atau peran dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial dan emosional misalnya kemampuan mengatasi konflik; permainan fisik misalnya kejar-kejaran dapat mengembangkan keterampilan motorik kasar, penilaian resiko, serta kontrol-diri; dan permainan konstruksi misalnya dengan balok kayu akan membantu pengembangan keterampilan motorik halus serta kesadaran spasial.

Dalam sesi berbagi yang diadakan oleh ACER Indonesia tahun lalu, Parker menceritakan bagaimana risetnya dengan LEGO Foundation menunjukkan bahwa pendekatan yang menyenangkan, seperti pembelajaran berbasis inkuiri atau pembelajaran berbasir proyek kerap digunakan oleh berbagai sekolah untuk menciptakan efek yang positif dalam keseluruhan prose belajar. “Hal ini sangat mirip dengan pendekatan belajar sambil bermain sebab dirancang sesuai dengan minat anak-anak, untuk menyediakan pelajaran yang menyenangkan, dan memberi anak kesempatan untuk mencoba dan bermain-main dengan idenya…”

Pendekatan ini banyak digunakan di sekolah di Australia, Inggris, AS, dan Eropa. Contohnya termasuk program berkebun tanaman dapur, proyek inkuiri, pameran sains, dan proyek seni. Parker menyadari bahwa ketika anak-anak menemukan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan dan berulang, maka kecintaan belajar yang mampu bertahan seumur hidup akan tumbuh dengan sendirinya.

Dalam mengadopsi pendekatan pembelajaran ini, salah satu tantangan bagi guru sekolah adalah memastikan adanya peluang bagi masing-masing permainan baik yang diarahkan atau dipandu oleh orang dewasa, juga permainan bebas. “Kita tetap perlu memikirkan tentang peran orang dewasa (guru atau orang tua). Ketika seorang anak bermain, kita mungkin berpikir ini adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang lain, tetapi kita semestinya juga meluangkan waktu untuk memperhatikan, mendorong, serta menarasikan semangat anak untuk mengeksplorasi…”

“Bagaimanapun menyenangkannya, suatu pedagogi terbilang efektif jika mampu memastikan anak-anak tetap dapat dapat membuat pilihan dalam proses belajarnya. Ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum menjalankan suatu proses belajar sambil bermain. Anak mungkin saja adalah seorang pembelajar mandiri yang mampu mengerjakan tugas dengan sendirinya, tetapi hal ini juga dapat beresiko menghilangkan tantangan yang dibutuhkan oleh si anak. Kegiatan belajar yang paling sukses seringkali adalah yang digerakkan oleh anak-anak sendiri, namun tetap dengan dukungan dari orang dewasa."

Parker mengatakan pada sesi tersebut, tantangan lain adalah banyaknya sekolah yang menggunakan waktu bermain gratis sebagai “hadiah” untuk menyelesaikan tugas lain yang dianggap kurang menarik, di saat hal ini hanya akan berujung pada merosotnya nilai dari kegiatan bermain dan kesempatan untuk belajar melalui permainan. Guru sebaiknya mencari cara untuk mengintegrasikan waktu dan ruang untuk belajar sambil bermain dalam kurikulum yang padat.

Yuni Widiastuti adalah pendiri Rumah Main STrEAM, yang menawarkan ruang bagi siswa, orang tua, guru, dan masyarakat untuk terlibat dalam pembelajaran STEAM (Sains, Teknologi, Teknik, Seni, dan Matematika) serta pembelajaran melalui permainan. Ia mengatakan bahwa sesi belajar sambil bermain pertama-tama mengharuskan anak-anak untuk merasa tertarik, dan membagikan contoh kegiatan sederhana menggunakan suatu siklus ABC:

  • Amati: dorong anak-anak untuk mengumpulkan informasi menggunakan indra fisik mereka dan mendeskripsikan pengamatan mereka - “Saya melihat…", “Baunya seperti…", “Saya bisa merasakan …"
  • Bayangkan/Bertanya: Jangan hentikan anak-anak untuk bertanya; jika Anda tidak tahu jawabannya, ajak mereka untuk mencari jawabannya bersama Anda.
  • Cek/Cari Tahu: Lakukan eksperimen dan jelajahi lingkungan; gunakan berbagai sumber informasi yang berbeda, seperti internet dan buku.

Dua langkah lainnya (D dan E) dapat ditambahkan ke dalam siklus:

  • Diskusi: Diskusikan hasil belajar di kelas dan bandingkan dengan teman serta kelompok; biarkan murid membagikan pengamatan, hasil, dan apa yang mereka pelajari.
  • Evaluasi: Ajukan pertanyaan terkait aktivitas dan berikan umpan balik kepada murid; merencanakan kegiatan belajar sambil bermain lebih awal akan menghasilkan aktivitas serta hasil yang lebih baik.

Yuni Widiastuti menjelaskan bahwa rencana aktivitas yang dibuat sebelumnya akan memberikan hasil yang lebih baik. Apakah Anda merencanakan waktu-waktu tertentu bagi murid Anda untuk melakukan kegiatan belajar sambil bermain ataukah berpegang pada spontanitas?

Pertimbangkanlah komentar Rachel Parker tentang “diet bermain” yang seimbang: Apakah Anda sudah memiliki komposisi yang tepat bagi ruang kelas Anda? Bagaimana cara Anda merencanakan aktivitas bermain yang dapat membantu murid mengembangkan berbagai keterampilan berbeda?