Mengasah keingintahuan

Apa makanan dinosaurus? Material apa yang paling baik digunakan untuk membangun gokar di rumah? Dan, bisakah anak usia tiga tahun berlari lebih kencang dari Usain Bolt?

Ini adalah sejumlah pertanyaan yang paling banyak ditanyakan oleh siswa usia dini di Jakarta Intercultural School saat mengikuti proses play-based inquiry learning (pembelajaran inquiry berbasis permainan).

Sebelum akhirnya pindah ke Indonesia dua tahun silam, Helen Bartlett yang berprofesi sebagai guru, mengenyam pendidikan dan sempat bekerja di Selandia Baru. “Di sana kami selalu menyediakan waktu untuk melakukan inquiry bersama siswa usia dini," ujarnya.

"[Di kelas saya] kegiatannya murni berbasis permainan … mulai dari bercerita atau membuat suatu percakapan yang membuat anak ingin bertanya dan jawaban yang saya berikan juga sesederhana seperti, 'Saya tidak tahu. Coba kita cari tahu bersama' atau mereka pun bisa menanyakan sesuatu yang menarik bagi mereka dan saya kemudian akan memberikan saran misalnya, 'ayo, kita coba …'"

Bartlett dan rekan kerjanya di sebuah sekolah di kawasan Jakarta telah bekerja bersama dengan seorang ahli inquiry learning, Kath Murdoch. "Bekerja dengan Kath membantu saya fokus pada tipe pertanyaan yang ingin saya tanyakan dan bagaimana cara menyampaikannya. Saya pun jadi paham bagaimana semacam mengatur cara berpikir [anak] dan mengarahkan mereka, serta bagaimana kita mendokumentasikannya," ungkap Helen.

"Saat ini kami sedang membangun gokar. Ide ini datang setelah membaca cerita tentang gokar dan anak-anak pun tampak sangat bersemangat. Akhirnya saya ajak mereka untuk coba membangun gokar sendiri."

"Semenjak saya ajak mereka bicara dan tanyakan apa saja yang kita perlukan, mereka harus melalui berbagai proses … misalnya material apa yang cocok (salah satu ide mereka adalah kaca) lalu tanyakan pula, 'Berhasil tidak ya? Apa yang terjadi jika kita menggunakan kaca?'"

"Jadi, mulai membiasakan mereka berekspresi dan ditambah dengan ide orang lain, dan kemudian menggabungkan keduanya. Semuanya melalui permainan."

Inquiry singkat saat bermain bisa menghasilkan satu pertanyaan sederhana yang ditanyakan oleh satu orang anak.

"Saya akan menanyakan, 'Bagaimana caranya kita bisa tahu ya, apa yang bisa kita perbuat?' dan begitulah cara mereka melalui proses tersebut. Bisa sesederhana mencari di buku dan menemukan jawaban, lalu [beranjak] ke hal lain."

Beragam tanda petunjuk di ruang kelas membantu siswa mengingat tentang berbagai cara untuk menemukan jawaban akan pertanyaan-pertanyaan mereka: mencari di komputer, membaca buku, bertanya ke orang dewasa, bertanya ke pakar, dan menonton video informatif di YouTube.

Beberapa minggu ini, siswa diajak berdiskusi membahas informasi apa saja yang mereka ketahui tentang dinosaurus dan bereksperimen dengan sidik jarinya – sebuah inquiry yang didasari dari sebuah buku tentang tubuh manusia.

"Kita juga belajar bagaimana berlari dengan cepat. Beberapa siswa juga sudah memutuskan siapa yang tercepat dan ini bermula dari pertanyaan: Siapakah yang lebih cepat, cheetah atau manusia?"

"Jadi, kami pun belajar tentang sosok Usain Bolt, karena tentunya kita harus mencari tahu siapakah manusia tercepat. Para siswa merasa mereka bisa lebih cepat dari Usain Bolt, oleh karena itu, saya tantang mereka, 'Coba berlari. Akan saya hitung waktunya'.

"Hal ini masih berlanjut sampai sekarang. Terkadang mereka akan melihat catatan waktu di papan dan berkata, 'Aku mau mencoba lagi'. Berbeda halnya dengan eksperimen sidik jari yang dua hari lalu mereka gilai, kini sudah tidak pernah lagi mereka tanyakan."

Bartlett menyatakan bahwa salah satu hal terbaik yang bisa guru sampaikan ke muridnya adalah ‘saya pun tidak tahu, tapi kita bisa cari tahu', daripada selalu memberikan jawaban setiap kali siswa bertanya. Seringkali Bartlett melakukan setidaknya 2 atau 3 inquiry setiap hari untuk kelompok murid yang berbeda.

"Saya sangat yakin bahwa siswa saya yang berusia 3 dan 4 tahun memiliki keinginan untuk bertanya yang tumbuh secara instrinsik, tahu bagaimana menjadi penanya … sehingga mereka memiliki kendali atas proses pembelajarannya masing-masing, meskipun hal itu masih di tahap awal.

"Jadi, dalam jangka panjang saya rasa … ketika mereka naik ke kelas 5, mereka seharusnya mampu melakukan [hal-hal tertentu] secara mandiri, sehingga guru bisa sedikit terlibat dan hanya memantau saja. Namun, saya sendiri termasuk guru yang lebih instruktif. Kadang saya terlihat seperti mengarahkan dan memang betul begitu, karena harus ada yang mencetuskan ide, tapi saya tahu batasannya dan itu bukan suatu masalah bagi saya."

Selain menciptakan lingkungan yang menarik dan stimulatif bagi siswa, Bartlett menambahkan bahwa metode pembelajaran berbasis inquiry juga menawarkan keunggulan untuk guru.

"Anda harus mengubah pola pikir dan mengingat kembali kecintaan Anda akan belajar … Saya tidak [memandang] diri saya sebagai yang mengajarkan, saya ikut belajar bersama mereka. Buat saya itu jauh lebih menyenangkan."

Bagaimana cara Bapak/Ibu merespon pertanyaan siswa? Apakah Bapak/Ibu selalu memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut?

Bagaimana cara Bapak/Ibu mendukung anak didik untuk mencari tahu sendiri jawaban dari pertanyaan tersebut?