Setiap murid memiliki faktor personal dan kontekstual yang akan mempengaruhi akses serta kemampuannya untuk mencapai gol yang perlu diraih dalam pendidikan. Studi besar terbaru menyatukan lebih dari 300 ahli di bidang neurosains, pendidikan teknologi, filsafat, data dan bukti, serta pembangunan perkelanjutan untuk melakukan evaluasi ulang atas sistem pendidikan demi mencapai dan mempromosikan pendekatan belajar yang dipersonalisasi.
UNESCO Mahatma Gandhi Institute of Education for Peace and Sustainable Development (MGIEP) menyatakan bahwa pendidikan yang dipersonalisasi adalah suatu hak serta hal yang sejatinya pantas didapatkan oleh setiap peserta didik. Laporan terkait dari divisi International Science and Evidence Based Education Assessment (ISEE) dalam organisasi ini sendiri membutuhkan waktu dua tahun untuk diselesaikan dengan jumlah total 1.000 halaman.
Laporan tersebut menekankan pentingnya penyediaan kebijakan pendidikan yang berfokus pada potensi dan capaian pembelajaran individual, dibanding asesmen dan pematokan tolak ukur (benchmarking) berbasis nilai. Pemebelajaran yang dipersonalisasi perlu mencakup area termasuk pendidikan dan kemampuan potendial manusia, peran konteks dalam pendidikan, pengalaman belajar yang efektif, serta pentingnya data dan bukti dalam pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan.
"Tujuan utama dari Asesmen ISEE adalah mengumpulkan keahlian multi-disiplin dalam sistem pendidikan serta reformasi dari berbagai pemangku kepentingan secara terbuka dan inklusif, untuk menyediakan asesmen valid yang berbasis bukti untuk membantu menginformasikan poin-poin penting yang akan bermanfaat bagi para pembuatan kebijakan pendidikan di semua tingkatan dan skala,” situs web UNESCO MGIEP menjelaskan.
Dirilis dalam konteks dunia di mana terjadinya pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan konflik berkelanjutan yang mengancam kemajuan pendidikan, seperti contohnya invasi Rusia ke Ukraina dalam satu periode yang sama, laporan tersebut menemukan bahwa 37 persen anak-anak pengungsi usia sekolah dasar kini putus sekolah, dengan hanya 24 persen yang mampu mengakses pendidikan menengah. ISEE bertujuan untuk mengembalikan angan mengenai masa depan pendidikan yang baik. Untuk membangun sistem pendidikan yang lebih tangguh dan berkelanjutan di tengah krisis sebagaimana yang saat ini terjadi.
Terdapat tujuh pesan inti yang ditekankan dalam laporan ini:
1. Setiap peserta didik belajar dengan cara yang berbeda, yang dipengaruhi oleh kombinasi kompleks dari faktor internal masing-masing.
2. Pendekatan berbasis whole-brain learner-dalam proses belajaran akan memperkuat keterkaitan kemampuan kognisi dengan domain sosial-emosional.
3. Konteks amat mempengaruhi desain dan implementasi dari pendidikan yang dimaksudkan untuk membantu anak berkembang, namun seiring waktu, pendidikan semacam ini juga akan turut mempengaruhi konteks.
4. Proses belajar perlu beralih dari pendekatan pembelajaran pasif ke pembelajaran aktif.
5. Kemampuan pontensial perlu mendapatkan penghargaan lebih dari sekadar meritokrasi dalam mengevaluasi kesuksesan peserta didik.
6. Investasi dalam pendidikan tentu diperlukan terutama bagi pengembangan sistem pembelajaran berbasis whole-brain learner, dan perlu dipastikan agar penerapannya adil serta inklusif.
7. Dialog, penelitian, dan kolaborasi multidisiplin diperlukan untuk memastikan harmonisasi perspektif, pemahaman, dan konteks yang berbeda dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
Laporan ini juga menunjukkan pentingnya reorganisasi pendanaan pendidikan demi keperluan desain ulang kurikulum, pedagogi, serta asesmen penelitian dan pembelajaran. Seluruhnya menampilkan sejumlah rekomendasi kebijakan utama, termasuk pengaturan ulang anggaran pendidikan dan penelitian, berinvestasi dalam pengajaran bahasa ibu untuk memaksimalkan potensi belajar anak-anak dari berbagai latar belakang, memperkenalkan pentingnya mengetahui potensi anak sejak dini secara universal, dan mendukung kemitraan antar sekolah dengan masyarakat.
Dalam suatu pernyataan bersama, dua penulis Laporan Asesmen ISEE, Anantha Duraiappah dan Nienke van Atteveldt, menyatakan, “Lebih dari 80 persen guru, orang tua, dan murid dengan terbuka menyatakan apa yang dapat ditawarkan oleh pendidikan yang dipersonalisasi. Hal yang sangat mungkin dilakukan semakin ke sini dengan adanya dukungan pedagogi digital serta Intelegensi Artifisial (AI) yang etis.
“Kita dapat memastikan agar setiap peserta didik mendapatkan pendidikan berkualitas yang memang adalah bagian dari hak mereka, juga bekerja dengan ritmenya dan benchmark-nya sendiri untuk memaksimalkan potensi diri agar siap menyambut masa depan yang penuh makna.”
Referensi
Duraiappah, A.K, Atteveldt, N.M., Buil, J.M., Singh, K. & Wu, R. (2021). Summary for Decision Makers, Reimagining Education: The International Science and Evidence based Education Assessment. UNESCO MGIEP. https://mgiep.unesco.org/iseeareport
Dengan kolega Anda, diskusikanlah poin-poin utama yang dituangkan dalam laporan studi di atas. Bagaimana sekolah Anda menyikapi tren kebutuhan model pembelajaran yang dipersonalisasi? Seberapa besar poin-poin di atas tergambar dalam rancangan kurikulum serta praktik pembelajaran di ruang kelas setiap harinya?