Finlandia – dimana ‘kesetaraan dimulai dari papan tulis’

Semenjak Finlandia tiba-tiba muncul sebagai negara yang menduduki peringkat atas pada hasil penilaian komparatif internasional dalam hal pencapaian pendidikan dan capaian siswa, tenaga pendidik dan para pembuat kebijakan di seluruh dunia mulai menunjukkan ketertarikannya pada negara Nordik kecil ini, berharap dapat menemukan rahasia keberhasilan mereka (Tamkin, 2014).

Sejumlah faktor penting sudah terbangun di sana: profesi mengajar merupakan profesi yang bergengsi di Finlandia; semua guru di sana memiliki gelar strata dua; sektor pendidikan didanai penuh oleh pemerintah dan gratis untuk semua kalangan; tingkat retensi sekolah yang terbilang tinggi; dan merupakan negara yang kebangkitan ekonominya dipengaruhi perusahaan seperti Nokia yang kemudian menjadi pionir dalam aplikasi teknologi informasi di dunia, termasuk dalam bidang pendidikan.

Sebagai negara yang relatif kecil dengan lima juta penduduk, Finlandia terletak di lokasi geografis yang unik di tepi benua Eropa, bersebelahan dengan negara tetangga dengan luas wilayah yang begitu besar di bagian timur, yakni Rusia. Finlandia meraih kemerdekaannya pada tahun 1918 dan menjadi momen penting bersejarah dan prestasi membanggakan bagi rakyat Finlandia. Ditambah dengan bahasa Finlandia yang unik, hal ini turut membentuk karakter nasional serta mendukung bentuk negara kesejahteraan sosial demokratik yang semenjak dibangun terus mengedepankan keadilan dan kesetaraan dalam memperoleh kesempatan bagi semua orang di Finlandia tanpa memandang jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, maupun status regional.

Pendidikan dipandang sebagai kunci untuk mencapai kemandirian bagi masyarakat Finlandia, serta mampu menciptakan negara yang beradab yang berdiri berdasarkan pengetahuan dan bukan atas dasar ketidakpedulian, dan mempersiapkan negara untuk menyongsong masa depan yang sejahtera dan mewujudkan masyarakat yang egaliter. Pengamat kontemporer seperti Michael Booth menyebutkan bahwa hubungan langsung antara pendidikan dan kesejahteraan sosial masih menjadi aspek yang penting; bahwa di Finlandia ‘kesetaraan dimulai dari papan tulis’ (Booth, 2014).

Hak dasar untuk mengenyam pendidikan tercantum di dalam konstitusi Finlandia. Otoritas publik wajib menjamin setiap penduduk Finlandia memperoleh kesempatan yang sama dalam hal pendidikan dan mampu mengembangkan diri, terlepas dari kondisi keuangan mereka.

Undang-undang mengatur kebijakan wajib sekolah dan hak atas pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar, yang mana mencakup jatah makanan sehari-hari bagi siswa, transportasi bersubsidi serta masih banyak fasilitas lainnya.

Menyelidiki struktur dan budaya sekolah

Berkat Endeavour Executive Fellowship dari pemerintah Australia, saya berkesempatan mengunjungi Finlandia untuk mencari tahu struktur dan budaya serta program dan proses pendidikan guru di sana. Saya sangat tertarik, khususnya mengenai program dan proses pendidikan guru, karena latar belakang saya yang bekerja di sebuah Fakultas Pendidikan di Universitas yang mendidik dan mempersiapkan para calon guru melalui program sarjana dan pascasarjana, dan saya pun berniat membandingkan pendekatan yang diterapkan di Finlandia dan di Australia.

Dari Juli hingga September 2014, saya ditempatkan di Universitas Finlandia Timur di salah satu dari tiga kampus yang berlokasi di Savonlinna. Kesempatan mengunjungi beberapa sekolah, berbincang dengan guru, kepala sekolah, siswa, orang tua siswa, dosen universitas, calon guru yang masih berstatus mahasiswa, dan para birokrat di bidang pendidikan menjadi pengalaman yang informatif, dan saya belajar tidak hanya mengenai sistem pendidikan di Finlandia, tetapi juga soal faktor budaya, sosial, dan sejarah yang menjadi dasar berdirinya sistem yang berlaku saat ini.

Saya menemukan bahwa hubungan yang terjalin antara siswa, guru, orang tua, dan bahkan dengan administrator di bidang pendidikan dilandasi rasa percaya, dan bahwasanya kesejahteraan anak tidak hanya penting bagi sekolah, tetapi juga bagi masyarakat dan budaya yang dianut di Finlandia.

Secara historis guru dipandang sebagai ‘lilin masyarakat’, yang menerangi jalan menuju kemerdekaan rakyat Finlandia, dan ini masih dipegang erat baik secara kultural dan sosial (Booth, 2014). Di Finlandia profesi mengajar dianggap sebagai profesi yang bergengsi dan tergambarkan dari sekian banyak orang yang saya ajak bicara yang menyebutkan profesi ini sebagai ‘pekerjaan favorit’.

Oleh karena itu, untuk bisa mengikuti program pendidikan guru termasuk kompetitif, karena mensyaratkan standar yang tinggi untuk penerimaan universitas – berdasarkan skor matrikulasi serta ujian masuk dan wawancara.

Keistimewaan utama dari program pendidikan guru adalah diterapkannya pendekatan berbasis riset, dimana para calon guru ini diajarkan untuk berpikir kritis dan harus menyelesaikan tugas akhir dalam waktu tiga tahun untuk program sarjana, kemudian dilanjutkan tesis untuk program pascasarjana selama dua tahun.

Para guru dan pihak sekolah diberikan kebebasan dari urusan birokrasi dan kontrol pemerintah pusat. Ada semacam kepatuhan kolektif berdasarkan evaluasi dan penilaian referensi diri. Sistem penilaian dengan kepentingan tinggi seperti skema NAPLAN di Australia tidak diwajibkan, sementara uji komparatif internasional seperti PISA bersifat sukarela. Sekolah dapat memilih untuk mengikuti tes semacam ini sebagai perbandingan dengan sekolah lain, namun tidak akan ada ‘tabel peringkat’ yang hasilnya dipublikasikan untuk umum, seperti halnya informasi situs web MySchool yang dibutuhkan tentang sekolah-sekolah di Australia.

Anak-anak di Finlandia masuk taman kanak-kanak dan prasekolah hingga usia 7 tahun, sebelum akhirnya masuk sekolah komprehensif, yang mencakup kelas 1 hingga 9; oleh karenanya, anak-anak di Finlandia berusia satu tahun lebih tua dari anak-anak di Australia ketika mereka mulai masuk sekolah.

Sekolah menengah atas adalah lembaga terpisah yang terdiri dari kelas 10,11, dan 12 bagi siswa yang biasanya berusia sekitar 16 tahun ketika bertansisi menuju sekolah menengah atas. Transisi yang dimaksud berarti siswa pindah dari rumah masuk ke sekolah menengah atas, terutama untuk sekolah-sekolah kejuruan yang menawarkan program di bidang musik, seni, dan tari. Seorang siswa sekolah menengah atas berusia 16 tahun di Finlandia diperbolehkan hidup secara mandiri selagi mengenyam bangku sekolah dengan bantuan tunjangan hidup dari negara.

Manajemen perilaku

Di semua sekolah yang saya datangi, manajemen perilaku tampaknya tidak menjadi masalah – guru disapa dengan nama depannya dan hubungan antara siswa dan guru terjalin lebih erat dibandingkan dengan pendekatan yang lebih formal yang diterapkan di banyak negara.

Faktor penting dalam membangun dan memelihara hubungan adalah jam makan siang, dimana siswa dan guru menikmati makan siang bersama di kantin sekolah. Berdasarkan pengamatan saya, kegiatan ini terjadi di setiap sekolah bahkan taman kanak-kanak, karena saya selalu diajak untuk bergabung.

Saya sangat meyakini bahwa tindakan sederhana seperti makan dan bersosialisasi bersama setiap hari memiliki sejumlah manfaat akademik yang signifikan: anak-anak belajar sopan santun dan ritual sosial yang berkaitan dengan makan dan merapikan peralatan makan; mereka menumbuhkan kebiasaan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi setiap hari (dan saya percaya ini erat kaitannya dengan terbentuknya perilaku anak yang lebih baik); mereka belajar untuk bergaul secara bebas dan bersosialisasi dengan satu sama lain dan juga dengan staf pengajar dan orang dewasa lainnya; guru jadi bisa mengamati perilaku sosial dan kelompok pertemanan yang terbentuk serta mengamati jika ada anak yang makan sendirian dan tidak berbaur dengan teman sebayanya; dan orang tua tidak perlu khawatir untuk menyediakan bekal makan siang!

Mengambil hari libur secara teratur

Keistimewaan lain dari sekolah di Finlandia adalah pengaturan hari sekolah, lagi-lagi kesejahteraan anak menjadi faktor utama. Di tingkat Sekolah Komprehensif, mata pelajaran pertama dimulai pada jam 8.30 pagi dan berlangsung selama 45 menit. Anak-anak lalu diberikan waktu istirahat selama 15 menit dan mau tidak mau mereka diminta pergi ke halaman sekolah dan bermain – bahkan di musim dingin sekalipun, di saat salju turun dan suhu mencapai minus derajat celcius. Pola seperti ini akan diulang sepanjang hari – kelas, lalu istirahat, masuk kelas lagi, dan istirahat.

Ada padanan kata dalam bahasa Finlandia untuk waktu istirahat 15 menit ini – vӓlitunti. Kata ini memiliki lebih dari satu arti, dan dapat diterjemahkan sebagai ‘waktu terbaik’ dan juga ‘kelas di antara’, atau bisa juga dianggap ‘pelajaran sela’. Jadi, vӓlitunti tidak hanya berarti jam bermain yang acak, tetapi merupakan bagian penting dari pendekatan pedagogi.

Satu hari di sekolah sesungguhnya tidak begitu panjang, biasanya selesai sebelum jam 2 siang, artinya program akselerasi dengan sistem pengajaran yang intensif dan padat bukan salah satu rahasia kesuksesan sistem pendidikan di Finlandia – justru sebaliknya. Ini dijelaskan kepada saya bahwa pendidikan di negara ini diartikan sebagai ‘usaha yang tidak terburu-buru’; setiap anak diberikan waktu untuk berkembang dan belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, dengan disertai hidup yang sehat, makanan yang bergizi, olahraga, budaya, seni, dan kreativitas yang dihargai lebih tinggi dibandingkan pekerjaan rumah.

Sistem pendidikan Finlandia bercirikan rasa percaya, kebebasan, fleksibilitas, dan kepedulian yang mengedepankan kesejateraan anak di atas segalanya, dengan bantuan guru dalam membangun relasi yang suportif dan dekat dengan siswanya, dengan diimbangi pemberian konten yang tepat dan menyediakan arah standar akademik yang tinggi dengan cara yang sepatutnya.

Referensi

Booth, M. (2014) The almost nearly perfect people: The truth about the Nordic miracle, Jonathan Cape: London

Tamkin, E. (2014). Will everyone shut up already about how the Nordic countries top every global ranking? Slate. 29 August 2014. Retrieved from http://www.slate.com/blogs/the_world_/2014/08/29/will_everyone_shut_up_already_about_how_the_nordic_countries_top_every_global.html

Pernahkah Anda melakukan perjalanan untuk pembelajaran profesional?

Apa yang Anda pelajari dari pengalaman tersebut?

Bagaimana hal ini mempengaruhi praktik mengajar Anda?