Pendidik asal Asia Tenggara masuk daftar kandidat penerima hadiah $1 juta di ajang Global Teacher Prize

Pendidik asal Asia Tenggara bersaing dalam ajang Global Teacher Prize dengan nominal hadiah sebesar $1 juta USD, lima peserta wakil Asia Tenggara berhasil menduduki peringkat 50 peserta terbaik untuk tahun 2020.

Acara tahunan ini digadang-gadang sebagai ‘Penghargaan Nobel bagi Profesi Mengajar’. Kegiatan yang diinisiasi oleh Varkey Foundation ini bertujuan untuk menghargai sosok guru luar biasa, yang menunjukkan kontribusi besar terhadap profesinya, dengan tetap menyoroti pentingnya peran guru di masyarakat dan bagaimana langkah yang mereka ambil dalam mentransformasi hajat hidup orang banyak.

Kelima puluh kandidat mewakili 37 negara di dunia. Seleksi dimulai dengan jumlah pendaftar mencapai lebih dari 12.000 peserta yang berasal lebih dari 140 negara. Mari kenali lebih dekat kelima kandidat terpilih asal Asia Tenggara.

Aris Kukuh Prasetyo, Indonesia

Aris Kukuh Prasetyo berprofesi sebagai guru yang mengampu semua mata pelajaran selayaknya guru pendidikan dasar lainnya di SD Negeri Delik 02, Semarang. Dikarenakan lokasi sekolah yang berdekatan dengan area rawa yang tercemar, maka salah satu gol yang beliau ingin realisasikan adalah meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya menjaga siklus air. Hal ini termasuk membuat robot hidrolik dari bahan daur ulang yang mampu mendemontrasikan karakteristik zat cair dan penyaringan air bersih. Siswa juga bisa belajar bagaimana memanfaatkan kembali tanaman hama eceng gondok yang tumbuh di area rawa menjadi tas dan kerajinan tangan, serta briket ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif rumah tangga. Upaya yang beliau kerahkan membawa perubahan yang kekal, dimana banyak lulusan yang kemudian membangun komunitas pariwisata di lingkungan desanya untuk menjaga kondisi alam dan air di sekitar rawa. Sekolah bersama dengan masyarakat sekitar juga mengikuti kegiatan parade hari kemerdekaan dengan mengusung kampanye bertemakan kelestarian alam semesta.

Para juri di ajang ini pun terkesima dengan metode pengajaran beliau. Semenjak tahun 2015, beliau kerap menggunakan film animasi stop motion (gerak henti) untuk lebih menarik minat anak didiknya yang memang menyukai tayangan Shaun the Sheep. Beliau memastikan setiap siswa mendapatkan salinan video untuk ditonton bersama keluarganya di rumah, dan orang tua atau wali di rumah bisa ikut terlibat dengan proses belajar anak. Arif juga menyusun komik tematik yang menampilkan materi-materi pembelajaran yang mencakup beragam topik, seperti nasionalisme, budaya Indonesia, matematika, kejujuran, makhluk hidup, dan polusi di laut.

Tergerak untuk berbagi sumber daya dan keahlian yang dimilikinya dengan sekolah-sekolah lain di wilayah sekitar, beliau lalu mendistribusikan komik secara cuma-cuma, mengadakan lokakarya bagi guru mengenai cara menulis ujian dan pertanyaan yang lebih baik, serta mengadakan sebuah kelompok kerja untuk guru yang dinamakan ‘Kutilang’, dimana pengajaran kolaboratif didukung oleh program pertukaran dan berbagi pengetahuan. Kelompok kerja ini diluncurkan pada tahun 2017 dengan bantuan pendanaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Norhailmi Abdul Mutalib, Malaysia

Norhailmi Abdul Mutalib adalah seorang guru di SMK Jerlun, Ayer Hitam, di Kedah. Banyak siswa di sekolah ini berasal dari keluarga tidak mampu dan memiliki masalah kepercayaan diri, yang memicu masalah perilaku. Pendekatan yang digunakan Norhailmi dalam mengajar adalah dengan memberdayakan siswanya dengan memberikan mereka pilihan mengenai bagaimana cara mereka ingin belajar. Para siswa dapat mengekspresikan dirinya masing-masing dengan membuat materi untuk dipasang di media daring, menulis blog, dan membuat video. Beliau juga menerapkan strategi yang disebut Jigsaw Classrom untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan kolaborasi dan kepemimpinannya. Selain itu, pendekatan Flipped Classroom yang beliau gunakan terbukti meningkatkan prestasi siswa di bidang sains – dari hanya sekitar 3,9 persen siswa saja yang berhasil meraih nilai A di tahun 2015 menjadi 29,9 persen di tahun 2017.

Bersama dengan Kementerian Pendidikan di Malaysia, Norhailmi mendirikan sebuah inisiatif bernama ‘Memberdayakan Kreatifitas Guru’ yang bertujuan mendukung guru yang mengajar di lokasi dan kondisi menantang, misalnya daerah pedesaan, sekolah dengan tingkat risiko tinggi, sekolah bagi siswa yang berasal dari masyarakat asli, serta sekolah di kawasan rumah sakit dan penjara. Melalui inisiatif ini, beliau telah berkeliling Malaysia dan mengadakan lebih dari 3000 lokakarya dan seminar.

Ini bukan kali pertama Norhailmi meraih penghargaan. Beliau pernah dianugerahi predikat Duta Sains untuk Komunitas oleh Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia pada tahun 2016 dan 2017, serta ditunjuk selaku Ikon Guru untuk STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) yang pertama oleh Kementerian Pendidikan. Jika beliau berhasil membawa pulang hadiah sebesar $1 juta USD, uangnya akan beliau pergunakan untuk mendanai pusat komunitas STEM beserta peralatannya, termasuk meja, komputer, perangkat robotik, dan pesawat tanpa awak.

Samuel Isaiah, Malaysia

Perwakilan asal Malaysia kedua yang menduduki peringkat 50 terbaik dalam kompetisi Global Teacher Prize adalah Samuel Isaiah, yang merupakan seorang guru di Sekolah Kebangsaan Runchang, Muadzam Shah, Pahang.

Ini merupakan lokasi penempatan pertama beliau, dan pada hari pertama beliau masuk kerja di sekolah dasar untuk anak masyarakat asli, seorang kolega berkata padanya, “Samuel, kamu tidak usah ambil pusing soal tugasmu, mereka hanya Orang Asli”. Beliau menghabiskan waktu tahunan memerangi perilaku seperti ini, beliau pun menyadari bahwa rintangan utama dalam mengajar siswa Orang Asli adalah persepi dari rekan sesama guru yang menganggap mereka tidaklah berharga, yang sebenarnya memberikan efek yang justru mengakibatkan siswa meragukan kemampuannya sendiri.

“Guru yang tidak hadir atau tidur di kelas, metode pengajarannya hanya berisi hafalan yang menjemukan, dan tidak banyak upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan,” ungkap beliau dalam pembacaan nominasi Global Teacher Prize. “Akibatnya, sekolah ini menjadi salah satu sekolah dengan performa terburuk di daerah tersebut.”

Demi mengatasi masalah tersebut, Samuel menjalin kedekatan dengan siswanya yag berasal dari masyarakat Orang Asli dan berusaha untuk merangkul budaya yang mereka anut. Beliau mendirikan proyek urun dana untuk menciptakan ruang kelas berbahasa Inggris yang dilengkapi ragam teknologi untuk memastikan siswanya memiliki akses yang sama terhadap kesempatan belajar dan perlengkapan yang dibutuhkan, seperti halnya siswa lainnya yang belajar di sekolah di area perkotaan. Proyek ini dimaksudkan untuk mempercepat proses belajar siswa, salah satunya dengan meminta mereka bertukar surel dengan menggunakan bahasa Inggris dengan para sukarelawan dari seluruh negara di dunia. Hasilnya, jumlah siswa yang lulus ujian Bahasa Inggris naik dari 30 persen menjadi sekitar 80 persen di tahun 2013 hingga 2017.

Windel Alvarez, Philippines

Di wilayah Caramoan, Filipina, Windel Alvarez bekerja sebagai guru keliling untuk program Alternative Learning System (ALS) atau Sistem Pembelajaran Alternatif, termasuk mengajarkan pendidikan dasar, kesehatan dan sanitasi, literasi keuangan, penanaman pohon, dan perlindungan lingkungan hidup.

ALS sejatinya merupakan praktik alternatif terhadap pendidikan sekolah tradisional, dimana fokus pada pemberian dukungan bagi anak-anak dan orang dewasa yang keluar dari sekolah dan bermukim di kawasan kurang mampu serta tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam dan menyelesaikan pendidikan dasar. Permasalahan utama di lokasi Windel bekerja adalah transportasi. Bagi masyarakat nelayan pantai, berangkat ke sekolah berarti menempuh perjalanan dengan jarak cukup jauh melintasi pegunungan dan menyeberangi sungai. Oleh karena itu, antara tahun 2011 hingga 2018, Windel membantu 126 siswa lulus dengan Tes Akreditasi dan Penyetaraan dari ALS untuk tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.

Disamping pengajaran satu lawan satu, beliau juga menyediakan sumber daya penting lain bagi siswa, diantaranya pusat uji untuk beberapa wilayah di Caramoan dan pusat belajar keliling yang dilengkapi dengan materi instruksional dan perlengkapan untuk siswa yang tinggal dekat daerah pesisir di Lipata. Pada tahun 2018, usaha beliau mendapat pengakuan melalui penghargaan Civil Service Commission Outstanding Government Worker dan National Alternative Learning System Teacher Achievement.

Anh Phuong Ha, Vietnam

Anh Phuong Ha merupakan guru Bahasa Inggris etnis minoritas di Huong Can High School – sekolah menengah atas yang berlokasi di area pegunungan terpencil di provinsi Phu Tho, Vietnam bagian utara. Banyak penduduk di provinsi tersebut yang tidak memperoleh akses pendidikan dikarenakan kondisi ekonomi dan geografis. Lebih dari 90 persen siswa merupakan siswa dengan latar belakang etnis minoritas yang berusia 15-18 tahun dan tidak memiliki banyak kesempatan untuk mempraktikkan kemampuan berbahasa Inggris dengan orang asing. Anh Phuo Ha mengungkapkan bahwasanya hal inilah yang mengakibatkan rendahnya kompetensi berbahasa asing, munculnya perasaan malu dan segan, buruknya kesadaran antarbudaya, dan kurangnya minat belajar siswa.

Beliau berhasil mengatasi tantangan ini dengan teknologi. Dengan menerapkan ‘model kelas tanpa batas’, beliau mampu menghubungkan siswa dengan dunia luar menggunakan aplikasi Skype. Para siswa yang sebelumnya hanya mendapat nilai rendah di mata pelajaran Bahasa Inggris, kini 100 persen berhasil lulus pada ujian akhir pada periode tahun ajar yang lalu.

Anh Phuong Ha dikenal sebagai ‘guru inovatif 4.0’ di Vietnam. Pengaruh yang beliau torehkan jauh lebih luas dari sekolahnya sendiri – beliau mengajar kelas daring untuk siswa di Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika, serta menjadi anggota aktif komunitas pendidikan Microsoft, dimana para guru dari seluruh penjuru dunia bersama-sama mendesain pelajaran dan berpartisipasi dalam pengembangan profesional yang diadakan setiap minggu. Jika beliau berhasil memenangi Global Teacher Prize, maka hadiahnya akan digunakan untuk membangun laboratorium komputer di sekolah tempat beliau bekerja dan untuk merancang aplikasi untuk belajar bahasa Inggris secara gratis.

Kelima puluh kandidat guru yang terpilih akan dikerucutkan menjadi 10 finalis pada bulan Juni, dengan pemenang utama akan diumumkan di bulan Oktober. Untuk tahu lebih banyak informasi mengenai para finalis, kunjungi http://www.globalteacherprize.org