Sekolah masa depan di “metaverse"

“Metaverse berada di depan mata kita. Segera, ia akan berkembang sebesar TikTok, Instagram, dan Facebook (sekarang bernama Meta).” Begitulah yang tertuang dalam kalimat pertama di sebuah ringkasan kebijakan (Policy Brief) yang mengeksplorasi potensi yang dimiliki metaverse untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di masa depan, serta mengapa kita perlu mempersiapkannya sejak saat ini.

Kathy Hirsh-Pasek dan rekannya menyatakan bahwa kita hanya perlu melihat apa lebih saksama tentang apa yang terjadi sejak adanya ledakan aplikasi “edukasional”. “Pelajaran yang dapat dipetik adalah; jarak empat tahun antara saat pertama kali aplikasi semacam ini menjadi aktivitas yang sangat populer bagi anak-anak dan waktu di mana komunitas ilmiah pada akhirnya memberikan perhatiannya adalah terlalu lama. Hal ini memberikan peluang negatif atas terjadinya proliferasi materi dan program berkualitas rendah untuk tanpa dapat dicegah merambah luas ke pasaran."

Ringkasan Kebijakan yang dirilis oleh Brookings Institution melihat bagaimana penelitian dan praktik terbaik dalam pendidikan dapat saja ditransfer ke dalam metaverse untuk memastikan kita dapat memanfaatkan peluang besar dalam pengajaran dan pembelajaran dengan cara baru.

Apa itu metaverse?

Jika Anda membaca Snow Crash – novel fiksi ilmiah tahun 1990-an yang menceritakan tentang petualangan Hiro Protagonist– Anda akan mengingat bagaimana penulisnya, Neal Stephenson, secara gamblang mendeskripsikan lingkungan futuristik yang ia sebut sebagai Metaverse. Meski Stephenson telah mencetuskan istilah ini kurang lebih 30 tahun yang lalu, metaverse sendiri baru dikenal luas hanya sejak tahun lalu di saat Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa Facebook telah mengganti namanya dan menjelaskan bagaimana metaverse akan menjadi “evolusi baru dalam koneksi sosial”.

Metaverse” masuk ke dalam Peringkat 10 Besar Kata di Tahun 2021 dalam Collins Dictionary (kata benda: 1. versi internet yang ekspektasinya akan menggabungkan lingkungan virtual tiga-dimensi; 2. dunia virtual tiga dimensi, terutama dalam permainan role-playing daring; 3. alam semesta seperti yang digambarkan dalam karya fiksi tertentu) dan daftar panjang Kata di Tahun 2021 dalam Macquarie Dictionary (kata benda: jaringan realitas virtual yang diekspektasi memungkinkan pergerakan antara berbagai situs, platform, server, dsb.).

Kata kunci dari kedua definisi di atas adalah “ekspektasi”. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Meta sendiri, “banyak hal yang perlu dikembangan dan dibangun sebelum kita dapat menggunakan Metaverse sebagaimana yang diekspektasikan”. Penulis Ringkasan Kebijakan yang disebut di atas menyatakan bahwa inilah saat yang tepat bagi peneliti dan anggota komunitas pendidikan untuk mulai terlibat dalam pengembangannya.

“Saat ini, di mana infrastruktur metaverse masih berada dalam pengembangan, peneliti, pendidik, pemangku kebijakan, serta desainer digital memiliki kesempatan penuh untuk memimpin pengembangannya, dan untuk tidak sekadar mengikuti arus tanpa memiliki andil di dalamnya,” tulis mereka. Dengan kata lain, kita tidak ingin mengulang kembali kesalahan yang terjadi sebagaimana saat adanya ledakan app dan terjebak dalam kerumitan pengalaman “pembelajaran” metaverse yang gagal memberikan peluang terbaik bagi murid dan guru.

Pengalaman sosial yang terarah

Ringkasan Kebijakan di atas membagi suaty visi mengenai pengalaman sekolah di masa depan di dalam dunia metaverse, menjanjikan skenario di mana setiap murid dapat melakukan perjalanan kembali ke masa lalu hingga ke masa peradaban Yunani. Mereka yang berada di sana dapat berkunjung ke pasar dan mendaki bukit untuk melihat kuil-kuil di mana para dewa disembah, sebelum kembali ke masa sekarang untuk menjadi arkeologis virtual, bekerja bersama menggali patung serta alat pecah-belah kuno.

“Pembelajaran yang mendalam dan dapat ditransfer yang akan berlangsung seumur hidup ini adalah ekspektasi yang diharapkan dari metaverse, suatu lingkungan bermain yang terarah dan sifatnya hibrid serta mampu merepresentasikan bentuk sekolah di masa depan,” sebut para penulis. Mereka menekankan bahwa bentuk metaverse yang diharapkan tidak lain adalah interaksi sosial yang akan tetap membutuhkan bimbingan dari pihak guru di sekolah.

Prinsip terbaik untuk belajar

Hirsh-Pasek dan rekannya menjelaskan kombinasi elemen yang dibutuhkan untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (aktif, menarik tanpa mendistraksi, bermakna, memiliki nilai sosial, berulang, dan menyenangkan) serta prinsip 6K yaitu; kolaborasi, komunikasi, penguasaan terhadap konten, kreativitas, inovasi kreatif, serta keyakinan dalam menyelesaikan apa yang dituntut dalam berbagai tugas. “Setelah menemukan formulanya yang jelas, akan mudah untuk membuat lanskap digital untuk memastikan adanya kesesuaian prinsip-prinsip terbaik untuk pembelajaran."

Keseluruhan proses ini akan memastikan adanya pengalaman yang terarah oleh guru, dan bukan dengan menjadikan mereka sebagaimana seorang supervisor, namun memungkinkan terciptanya lingkungan di mana anak-anak dapat bekerja bersama dan bukan sebagai “agen solo” di ruang belajar yang tidak menjanjikan adanya suatu keterlibatan.

“Memahami bagaimana mencapai tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan kekuatan konteks yang aktif, menarik, bermakna, interaktif secara sosial, berulang, dan menyenangkan akan mengubah pengalaman digital yang sekadar menarik dan menyenangkan menjadi pengalaman yang benar-benar mampu mendidik dengan mengombinasikan interaksi sosial yang sesungguhnya,” tulis para pembuat ringkasan kebijakan. Juga, perlu dipastikan adanya tujuan pembelajaran yang terartikulasi dengan baik.

Harapan sekaligus risiko

Para penulis membahas aspek-aspek metaverse yang menjanjikan dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip terbaik untuk pembelajaran. Misalnya, guru dapat memilih ruang virtual yang membantu setiap anak merasa terwakili, atau mengizinkan murid menavigasi ruang baru yang mungkin sulit untuk mereka pahami dengan cara tradisional, “misalnya, menavigasi diri di metaverse supermarket untuk membantu memahami konsep angka dan uang untuk anak yang kurang mendapatkan arahan dari keluarganya terkait konsep tersebut".

Mereka memperlihatkan berbagai hal yang dapat dicapai untuk memenuhi kebutuhan belajar individu, di mana murid dapat menghadapi tantangan yang dipersonalisasi berdasarkan kekuatan serta bidang spesifik yang perlu mereka perbaiki, yang mengacu pada apa yang telah dipelajari dan diketahui oleh murid. Sekali lagi, melalui semua interaksi dan pengalaman ini, guru memainkan peran kunci sebagai pemandu. “Metaverse bukanlah bentukan baru pengganti guru, melainkan alat bantu di mana guru dapat memicu pembelajaran dan interaksi sosial yang lebih efektif dengan cara yang baru."

Bagaimanapun, para penulis juga mencantumkan suatu risiko yang perlu disadari (“caveat emptor”). Mereka memperingatkan bagaimana pentingnya untuk tetap mengombinasikan pengalaman virtual dengan kegiatan sosial langsung dan memperlihatkan pentingnya kedua hal ini bagi pembelajaran.

Risiko lainnya termasuk mengenalkan suatu konsep ruang dan pengalaman virtual yang terlalu memberikan disrupsi bagi murid (di sinilah muncul saran tentang pentingnya penelitian lebih mengenai peran sekolah serta “technoference”) serta tentu kesenjangan teknologi yang akan mencegah beberapa orang mengakses metaverse. Memastikan konten yang bersifat akurat, relevan, dan otentik juga menjadi keharusan tersendiri.

“Pada akhirnya, amat penting untuk tetap menawarkan keragaman budaya serta bersikap inklusif atas setiap game yang dirancang. Metaverse jelas memiliki potensi besar untuk memperkenalkan murid dan keluarganya pada perspektif dan budaya yang berbeda dari yang mereka miliki dengan berbagai cara yang akan memudahkan terciptanya toleransi dan pemahaman,” tambah penulis.

Referensi

Hirsh-Pasek, K., Zosh, J.M., Shwe Hadani, H., Golinkoff, R.M., Clark, K., Donohue, C., & Wartella, E. (2022). A whole new world: Education meets the metaverse, February 2022 Policy Brief. Centre for Universal Education at Brookings, Brookings Institution. PDF available to download at https://www.brookings.edu/research/a-whole-new-world-education-meets-the-metaverse/

Ketika Anda mengintegrasikan teknologi baru ke dalam pengajaran Anda, apa sebenarnya hasil pembelajaran yang ingin Anda capai?

Para peneliti dalam Ringkasan Kebijakan ini membahas prinsip-prinsip terbaik untuk memastikan pembelajaran yang efektif. Melihat elemen pembelajaran yang menyenangkan serta prinsip 6C yang disebutkan di atas, mana saja yang kerap memengaruhi pengambilan keputusan Anda saat memilih sumber daya pendidikan misalnya aplikasi dan game?