Ruang belajar: Mengenali masalah penglihatan di ruang kelas

Salah satu artikel Teacher yang paling populer hingga saat ini adalah artikel yang mengangkat penelitian mengenai aspek tata ruang di kelas. Salah satu yang dianggap paling bernilai dari artikel tersebut adalah bagaimana pembaca diajak untuk melihat suatu isu lewat kacamata murid – misalnya sesederhana, mencari tahu apakah terdapat sesuatu di ruang kelas yang yang menghalangi pandangan murid ke papan tulis. Sebagai seorang guru, Anda perlu selalu mengingat kemungkinan adanya murid yang mengalami masalah penglihatan. Dua penelitian terbaru dari belahan dunia yang berbeda mengeksplorasi topik mengenai pentingnya memastikan baiknya daya penglihatan murid oleh sekolah.

Riset terbaru dari AS yang diterbitkan secara daring di laman JAMA Ophthalmology, mengukur efek yang dibawa oleh program skrining yang dilakukan sekolah terhadap prestasi akademik murid di Kelas 3-7. Studi ini memperlihatkan bahwa suatu program yang dilakukan oleh sekolah di Baltimore City tercatat “mampu meningkatkan nilai membaca murid setelah dilakukan selama satu tahun, terutama bagi anak perempuan, mereka yang menempuh pendidikan khusus, serta murid yang kemampuan membacanya berada di kuartil terendah di pendataan awal dalam riset”.

Tim dari Johns Hopkins University, Harvard Medical School, dan Institute of Education Sciences memperlihatkan bagaimana riset terdahulu menunjukkan perbaikan dalam perilaku murid di kelas, serta bagaimana probabilitas kelulusan beberapa murid dalam tes akademik di bidang membaca dan matematika setelah mereka mulai memakai kacamata memiliki berbagai keterbatasan. Riset ini menjadi yang pertama mengangkat mengenai topik terkait di AS (Neitzel et al., 2021).

Uji klinis secara acak di beberapa kelompok kota dari 2016 hingga 2019 melibatkan lebih dari 2.300 murid di 120 sekolah umum. “Besarnya gangguan penglihatan karena kelainan mata yang tidak ditangani dengan baik pada anak usia sekolah ternyata cukup besar jumlahnya; dan kacamata dapat menjadi solusi korektif yang paling sederhana yang dapat diambil,” tulis mereka.

Data menunjukkan bahwa hanya 5 hingga 50 persen anak yang gagal dalam tes skrining penglihatan mendapatkan perawatan lanjutan, dan persentasenya menjadi lebih rendah lagi di lingkungan di dengan tingkat kesulitan ekonomi yang lebih tinggi, “di mana masalah penglihatan terjadi hingga lebih dari dua kali lipat dari rata-rata nasional dan murid kerap menghadapi kesulitan dalam mengakses perawatan mata”. Melihat temuan ini, para Peneliti melihat bahwa program berbasis sekolah yang menawarkan tes serta penyediaan kacamata merupakan kesempatan untuk meningkatkan akses yang akan memberikan perbaikan dalam daya tangkap visual murid.

Dari diskusi hasil riset, para peneliti menulis bahwa manfaat yang didapatkan lewat memakai kacamata kerap sulit dipertahankan setelah dua tahun; salah satu penyebabnya bisa saja dikarenakan banyaknya murid yang tidak memakai kacamatanya secara konsisten dan semakin jarang seiring waktu, atau bisa jadi, koreksi penglihatan mungkin juga tidak lagi memadai. Merujuk pada penelitian sebelumnya, guru diharapkan untuk tetap mengupayakan untuk mengingatkan murid agar secara konsisten memakai kacamata mereka.

Program ini sejak awal tahun ajaran, di mana tiap-tiap murid yang terlibat dalam penelitian telah memakai kacamata mereka dalam jangka waktu yang berbeda sebelum pengambilan data awal sebagai tolak ukur dilakukan. Para peneliti juga menambahkan bahwa, belum dapat dipastikan mengapa manfaat yang sama tidak dapat dicapai oleh murid dalam prestasi matematikanya sebagaimana dalam kemampuan membaca.

Untuk pembelajaran ke depan, para peneliti melihat akan bermanfaat untuk diadakannya program skrining sejenis sebagaimana yang dilakukan untuk melihat daya penglihatan terhadap tingkat kehadiran serta perilaku murid.

Pelatihan untuk guru

Studi terbaru lainnya dilakukan di Tanzania, dan berfokus pada manfaat pelatihan guru sekolah dasar dalam uji penglihatan dan memberikan kesadaran kepada guru tentang bagaimana daya penglihatan dapat memengaruhi kemampuan membaca dan belajar murid (Wilhelmsen & Felder, 2021). Para peneliti juga menguji kondisi pencahayaan di ruang kelas dan bagaimana hal tersebut memengaruhi kemampuan murid untuk memahami pekerjaan mereka serta dan apa yang dituliskan guru di papan tulis.

“Hanya sedikit guru yang sadar bagaimana kemampuan visual murid memengaruhi proses membaca dan belajar,” tulis para peneliti. “Masalah visual sangat mungkin merugikan capaian pembelajaran jika tidak ditanggulangi dengan baik.” Mereka berpendapat bahwa isu visual yang tidak diidentifikasi dengan baik terkadang bahkan menjadi dalang bagi ketidakmampuan belajar ataupun kognitif.

Negara-negara di Afrika Timur tidak memiliki program pemeriksaan penglihatan wajib untuk murid. Ditambah lagi, kurangnya buku di sekolah membuat murid sering harus menyalin dari papan tulis.

Guru dari 100 murid Kelas 5 (mayoritas berusia 10 dan 11 tahun) menyelesaikan kursus pembelajaran profesional ini. Setiap guru yang terlibat memiliki gelar sarjana atau magister dan sebagian besar memiliki kemampuan mengajar di bidang visual, intelektual atau gangguan pendengaran, atau kategori pendidikan khusus lainnya.

“Ketika guru belajar mengenai kualitas penglihatan murid serta dampaknya pada keemampuan membaca dan belajar, mereka juga akan memahami mengapa beberapa murid memiliki masalah membaca, kurang motivasi, rendah diri, dan kurang konsentrasi. Dengan pengetahuan ini, lebih banyak murid dapat terbantu untuk mencapai potensi dirinya,” para peneliti menjelaskan.

Tes penglihatan dan pencahayaan kelas

Dalam penelitian ini guru melakukan tes penglihatan pada murid di bawah pengawasan spesialis. Dengan tak satupun murid yang memakai kacamata. Kepala sekolah menginformasikan kepada para peneliti bahwa beberapa anak pada awalnya memakai kacamata ke sekolah namun kerap kacamata tersebut rusak atau hilang tanpa pernah lagi diupayakan gantinya.

Kondisi pencahayaan juga diukur di berbagai sudut ruang kelas menggunakan lux meter, yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar 300 lux yang menjadi ambang batas yang direkomendasikan secara internasional. Sekolah-sekolah di Tanzania kerap harus menghadapi masalah listrik dan banyak dari mereka hanya mengandalkan cahaya matahari yang masuk dari jendela. Pasokan listrik yang ada kerap tidak stabil, atau, lampu yang ada tidak cukup terang untuk memberikan jangkauan yang baik di seluruh kelas.

Data menunjukkan sekitar setengah dari jumlah murid yang ikut serta dalam penelitian ini memiliki masalah dalam satu atau lebih elemen tes Ketajaman Visual (jarak dekat, jarak normal, dan membaca jarak jauh). Lebih dari itu, hanya 42 persen murid yang memiliki tingkat penglihatan sebagaimana yang diharapkan atau lebih baik dalam kemampuan visual jarak dekat dan jarak jauh.

Kondisi pencahayaan kerap “menantang” – di mana 30 persen murid mengalami masalah dalam membaca papan tulis. Sebab justru letak papan tulis adalah di mana tingkat cahaya turun menjadi hanya 65 lux tanpa penerangan listrik dan 148 lux dengan lampu menyala. Level yang disarankan bagi area papan tulis sendiri adalah 500 lux. Cahaya terus bervariasi selama waktu yang berbeda dalam satu hari, bergantian dari sangat terang hingga gelap tertutup bayangan. Terlalu banyak cahaya juga dapat menyebabkan masalah – mereka yang duduk di dekat jendela mungkin memiliki area yang cukup terang untuk menulis, namun akan menjadi cukup pusing jika mencoba membaca teks di papan tulis. “Dapat disimpulkan bahwa murid dirugikan oleh kondisi lingkungan belajar yang berpengaruh besar dalam masalah fungsi visual mereka,” tulis para peneliti.

Referensi

Neitzel, A. J., Wolf, B., Guo, X., Shakarchi, A. F., Madden, N. A., Repka, M. X., Friedman, D. S., & Collins, M. E. (2021). Effect of a Randomized Interventional School-Based Vision Program on Academic Performance of Students in Grades 3 to 7: A Cluster Randomized Clinical Trial. JAMA Ophthalmology, 139(10), 1104-1114. doi:10.1001/jamaophthalmol.2021.3544

Wilhelmsen, G. B., & Felder, M. (2021). About the importance of vision screening by teachers in schools: A study from Tanzania. Improving Schools, https://doi.org/10.1177/13654802211004787

Pikirkan tentang murid Anda sendiri – pernahkah Anda bertanya kepada mereka apakah mereka dapat melihat tulisan di papan tulis, di buku teks mereka sendiri, atau di perangkat tablet/laptop dengan jelas? Kapan terakhir kali mereka memeriksakan penglihatannya? Sudahkah Anda memeriksa apakah mereka perlu memakai kacamata dan apakah Anda mendorong mereka untuk terus memakainya?

Pikirkan tentang desain ruang belajar Anda sendiri – apakah pencahayaan (listrik atau alami), dan pilihan penutup jendela seperti kerai atau gorden, telah berfungsi dengan baik untuk mendukung murid melihat pekerjaan mereka sendiri dan informasi yang Anda tuliskan di papan tulis terlihat dengan jelas? Apakah kualitas pencahayaan berubah sepanjang hari? Apakah terdapat bagian di papan tulis yang terlalu terang, ataupun tertutup bayangan?