Kepemimpinan: Membangun sekolah yang inklusif

Didirikan pada tahun 1973, National Progressive Schools' Conference (NPSC) adalah asosiasi 195 sekolah menengah atas swasta di seluruh India. Dalam artikel hari ini, Ketua NPSC Dr. Sudha Acharya membagikan pengalamannya tentang berbagai hal yang ia lakukan untuk memastikan agar sekolahnya mampu melayani kebutuhan semua murid, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.

Didirikan pada tahun 1973, National Progressive Schools' Conference (NPSC) adalah asosiasi 195 sekolah menengah atas swasta di seluruh India. Dalam artikel hari ini, Ketua NPSC Dr. Sudha Acharya membagikan pengalamannya tentang berbagai hal yang ia lakukan untuk memastikan agar sekolahnya mampu melayani kebutuhan semua murid, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.

ITL Public School di New Delhi adalah sekolah swasta inklusif K-12 dengan 3.000 murid dan 140 guru. Sekolah ini menekankan adanya kesetaraan dalam kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler dalam tujuannya memberikan pembelajaran multidisiplin.

ITL adalah salah satu dari sedikit sekolah yang sepenuhnya inklusif di Delhi. Mereka menerima murid dari beragam latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi termasuk anak-anak dengan disabilitas dan berkebutuhan khusus. Sekolah ini percaya bahwa setiap anak dapat belajar dan berkembang jika diberikan lingkungan yang nyaman, penuh perhatian, dan penuh kasih sayang.

Kebijakan rekrutmen dan struktur pelatihan sekolah memastikan agar guru mampu memberikan perhatian secara individual kepada muridnya. Saat ini, ITL dengan bangga mampu mencapai skor rata-rata murid di angka 92 persen dalam ujian Dewan.

Dr. Sudha Archarya, Kepala Sekolah, Sekolah Umum ITL dan Ketua NPSC menjelaskan bagaimana ia membuat sekolahnya inklusif dan terbuka untuk semua murid. Pada intinya, ia berjuang untuk mampu menerapkan “kebijakan nol penolakan” untuk penerimaan murid baru.

Membangun budaya dan iklim yang inklusif

Beberapa orang menganggap bahwa pembangunan sekolah inklusif memerlukan anggaran yang besar—yang sesungguhnya tidak benar. Yang terpenting adalah menciptakan suatu pola pikir untuk memberikan pendidikan bebas hambatan kepada semua anak.

Saya menjelaskan visi dan misi sekolah dengan lantang dan jelas kepada setiap anggota staf. Staf pengajar dan non-guru harus memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang ingin dicapai oleh sekolah. Kami memiliki pendekatan menyeluruh kepada anak dengan fokus pada pengajaran dan pembelajaran yang berpusat pada anak.

Dari pengajar sampai staf yang mengelola kebersihan – semuanya harus memiliki orientasi yang sama. Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda – beberapa anak mungkin tidak dapat berbicara dengan baik, atau beberapa mungkin memerlukan dukungan fisik atau verbal untuk memastikannya mencapai kemajuan – jadi, penting bagi semua staf untuk mengetahui cara terbaik untuk mendukung mereka.

Berjejaring dengan komunitas

Kita perlu melibatkan seluruh masyarakat untuk membangun sistem pendukung bagi anak berkebutuhan khusus. Terkadang justru sulit bagi orang tua untuk menerima bahwa seorang anak memiliki kebutuhan khusus – fisik, sosial, ataupun emosional. Jadi, program orientasi juga penting agar diselenggarakan untuk orang tua.

Sebagai kepala sekolah, berjejaring dengan keluarga murid dan para profesional terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis, atau pendidik khusus – adalah salah satu prioritas utama saya. Kami semua berkoordinasi, berkonsultasi, dan berkomunikasi untuk memutuskan rencana terbaik untuk anak-anak. Dan ketika saya mengatakan keluarga, saya tidak hanya mengartikannya sebagai orang tua tetapi juga kakek dan nenek dari murid tersebut.

Tahun lalu, seorang murid kehilangan rambutnya karena sakit. Kami memberikan orientasi kepada teman-teman sekelasnya serta orang tua mereka tentang kondisi anak sebelum ia kemballi memasuki kelas. Hal ini dapat mencegah terjadinya bullying atau pemberian julukan yang tidak sepantasnya terjadi di dalam kelas – suatu hal yang kerap paling ditakuti oleh anak-anak.

Sistem pertemanan (buddy) untuk guru

Di sekolah kami, setiap guru dan murid mendapatkan seorang teman yang akan membimbing mereka dalam kegiatan belajar dan mengajar.

Seorang guru baru bertugas untuk mengamati kelas mentor mereka (mentor tidak harus seorang guru senior). Hal ini akan membantu mereka untuk memahami bagaimana berjalanannya segala proses di kelas dan lingkungan belajar yang inklusif. Setelah beberapa hari, mentor akan bergantian mengamati kelas yang dipimpin oleh guru yang baru.

Setelah guru baru merasa nyaman dan terbiasa, saya baru akan ikut mengamati kelas mereka dan menginisiasi diskusi individual. Jika saya melakukan ini di awal seorang guru baru masuk, dikhawatirkan mereka akan merasa terintimidasi.

Mendukung penerimaan murid baru

Untuk setiap murid berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah kami, kami mengadakan sesi dengan konselor sekolah dan pendidik khusus. Kami juga mengarahkan semua guru dan orang tua kelas tentang kebutuhan khusus anak.

Kadang-kadang, ketika seorang anak baru masuk sekolah di usia tiga atau empat tahun, orang tua mungkin tidak menyadari adanya kebutuhan khusus pada anak. Oleh karena itu, guru kami akan mengamati seorang anak selama 15 atau 20 hari masing-masingnya dan mendiskusikan pengamatan mereka dengan orang tua.

Setiap kali kami mendapati suatu gejala, kami akan mengajak orang tua berdiskusi dalam suatu asesmen informal kami sehingga mereka dapat membawa murid tersebut untuk mencoba menjalani asesmen formal agar mendapatkan hasil yang pasti.

Meningkatkan keterampilan guru dalam penerapan pengajaran inklusi

Guru di sekolah kami menjalani pelatihan dalam berbagai aspek inklusi dari waktu ke waktu. Belum lama ini, para guru yang sebelumnya sudah terlatih dalam bahasa isyarat internasional diajak untuk berpartisipasi dalam lokakarya tentang bahasa isyarat India.

Dalam the Rights of Persons with Disabilities Act tahun 2016 diuraikan 21 bentuk disabilitas, dan semua guru di sekolah kami diharapkan untuk memahami setiap bentuk disabilitas serta tanda-tandanya agar mampu mengidentifikasi anak-anak yang membutuhkan dukungan. Daftar referemsi yang telah disusun oleh Dewan Penelitian dan Pelatihan Pendidikan Nasional membantu guru untuk menandai berbagai gejala, misalnya Down Syndrome yang memiliki 32 gejalanya sendiri.

Semua guru juga terlatih dengan baik untuk menciptakan tujuan jangka pendek dan jangka panjang melalui rencana pendidikan individual (IEP) bagi anak-anak penyandang disabilitas. Hal ini dilakukan dengan sebelumnya berkonsultasi dengan orang tua, untuk memutuskan kemajuan dalam hal pendidikan apa yang mereka harapkan pada anak mereka. Yang mana bukan hanya dukungan akademis tetapi juga kebutuhan psikososial dan emosional murid.

Pendidik khusus, guru, dan konselor bekerja sebagai tim untuk meninjau kemajuan anak dari waktu ke waktu.

Kami memastikan guru terus mendapatkan pelatihan yang berkelanjutan sepanjang tahun untuk mampu mengaplikasikan metode-metode yang efektif untuk memastikan pengajaran yang inklusif.

Pengajaran daring untuk anak berkebutuhan khusus

Selama COVID-19, kami tentu harus memastikan bahwa semua anak dapat terus belajar. Sebagai langkah pertama, orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok program berbasis rumah. Guru akan menyelenggarakan satu kloter kelas dari jam 4 sore sampai jam 7 malam untuk setiap kelompok tersebut. Orang tua juga dapat mendiskusikan kebutuhan pendidikan anak mereka dalam setiap sesi kelompok ini.

Selain itu, kami juga membuat jadwal kegiatan 24 jam yang dapat menjadi acuan bagi anak-anak di rumah. Hal ini sangat bernilai bagi beberapa murid yang menunjukkan isu perilaku yang sulit bertahan dalam rutinitas. Jadwal kegiatan ini kurang lebih memberikan acuan bagi waktu-waku mereka perlu bangun dari tidurnya, lalu menyiapkan makanan, membuat minuman, menyiram tanaman, dan melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga – yaitu hal-hal yang akan membantu mereka untuk tetap memiliki rutinitas. Kembali pada komitmen kami untu memberikan tidak hanya dukungan akademis tetapi juga dukungan sosial dan psikososial kepada murid.

Bahkan setelah pandemi mereda, kami tetap melanjutkan kloter-kloter kelas semacam ini untuk anak-anak penyandang disabilitas.

Mengorganisir inisiatif kesehatan mental

Ketika seorang anak bergabung dengan sekolah kami, segera kami akan membuat profil pelajar untuknya – Know Your Child sebagaimana format Know Your Customer yang digunakan di bank. Hal ini membantu kami untuk memahami apa yang disukai seorang anak, katakanlah seorang anak mungkin tidak suka mewarnai tetapi menikmati menari atau menyanyi.

Di bawah inisiatif Thank God It's Friday, kami juga mendorong orang tua, guru, dan murid untuk berbagi cerita. Siapapun dapat memesan slot untuk berbagi cerita.

Kami memiliki program pendidikan untuk murid sebaya di mana seorang murid senior dapat berbicara dengan murid junior dan sebaliknya tentang kehidupan dan pendidikan mereka.

Kami juga memiliki inisiatif Wellness Wednesday di mana kami akan mengajar anak-anak tentang bagaimana mereka dapat menjaga kesejahteraan sosial dan emosional mereka. Sebuah survei kesehatan juga kami kembangkan untuk memahami kesehatan sosial dan emosional murid.

Metode pengajaran apa yang Anda gunakan untuk menjadikan pembelajaran inklusif bagi semua peserta didik? Bagaimana Anda mendukung murid difabel dan berkebutuhan khusus? Apakah semua staf menyadari kebutuhan individu murid? Bagaimana Anda berkolaborasi dengan orang tua untuk menetapkan tujuan belajar setiap anak?

Apakah Anda memiliki program kesehatan mental khusus di sekolah Anda untuk mendukung guru dan murid?