Telepon genggam di ruang kelas – apa kata penelitian?

Dalam artikel Teacher terbaru, dua sekolah mendiskusikan kebijakan mereka yang berbeda soal penggunaan telepon genggam selama jam sekolah. Di sini kita juga akan melihat sejumlah penelitian yang mencari tahu dampak positif dan negatif dari memperbolehkan penggunaan telepon gengam di kelas.

Semenjak program Bring Your Own Device (BYOD) atau Bawa Perangkatmu Sendiri semakin tersebar luas, muncul banyak pertanyaan mengenai manfaat dari mengizinkan siswa secara aktif menggunakan telepon genggam sebagai alat pembelajaran di sekolah. Sepanjang dekade terakhir, beberapa studi telah meneliti perspektif siswa maupun guru terhadap kebijakan ini.

Sebuah studi komparatif yang dilakukan antara dua sekolah di Inggris pada tahun 2012 secara rinci menunjukkan bagaimana siswa dari setiap sekolah menggunakan perangkatnya selama jam pelajaran. Salah satu sekolah memperbolehkan, sementara satu sekolah lainnya melarang.

Studi yang berjudul “I don’t think I would be where I am right now: Pupil perspectives on using mobile devices for learning” (Saya rasa saya tidak mungkin berada di posisi saya yang sekarang: Perspektif siswa terhadap penggunaan perangkat seluler untuk tujuan pembelajaran) dilakukan melalui sebuah survei yang menyasar siswa selaku responden. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa sebesar 43 persen siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah yang melarang perangkat seluler terbukti masih tetap menggunakannya untuk belajar, meski pelarangan diterapkan. Sementara 75 persen siswa yang berasal dari sekolah yang mengijinkan menggunakan perangkat untuk membantu mereka belajar.

Sebagian besar responden dalam studi ini mengungkapkan bahwa mereka menggunakan perangkat seluler untuk Google dan kalender saat hari sekolah. Saat berada di rumah, hampir seluruh siswa juga bergantung pada perangkat tersebut untuk pembelajaran.

“Beberapa hari yang lalu, teman saya tidak memahami salah satu pertanyaan dalam pekerjaan rumah mata pelajaran sains, sehingga Ia pun menghubungi saya lewat Facetime dan saya kemudian menunjukkan jawaban saya serta menjelaskan cara saya mendapatkan jawaban itu …”, ujar salah satu siswa.

Studi ini juga menjelaskan bahwa siswa sebagian besar bergantung pada perangkat ini untuk membantu mereka tetap terorganisir. Kalender, alarm, dan kamera (biasanya digunakan untuk memotret catatan guru) adalah fitur yang paling sering siswa gunakan, ungkap studi. “Seorang siswa mengatakan perangkat pribadinya merupakan kebutuhan penting untuk ‘mengingat sesuatu’ dan tanpanya dia akan ‘lupa untuk mengerjakan pekerjaan rumah’.”

Secara garis besar, studi ini mengusulkan bahwa perangkat seluler adalah alat pembelajaran yang bisa digunakan di kelas.

“Ada cukup fakta yang secara gamblang menunjukkan bahwa banyak siswa merasa mereka memperoleh manfaat dari penggunaan perangkat tersebut,” papar laporan. “Mereka menggunakan banyak fitur dalam perangkat tersebut dan seringkali menemukan cara kreatif untuk mengaplikasikannya ke dalam tugas sekolah mereka baik saat berada di rumah maupun di sekolah.”

Siswa dan kekhawatirannya

Sebuah studi di Amerika Serikat mengungkap sejumlah kekhawatiran yang dimiliki beberapa siswa soal pemberlakuan penggunaan telepon genggam secara bebas di lingkungan sekolah. Penelitian yang bertajuk “Hold the phone! High School Students’ Perceptions of Mobile Phone Integration in the Classroom” (Genggam Ponselmu! Persepsi Siswa Sekolah Menengah Atas terhadap Integrasi Telepon Genggam di Ruang Kelas) yang dipublikasikan pada tahun 2016 silam memaparkan bahwa meskipun 7 dari 10 siswa yang diwawancara mengaku telepon genggam terbukti mendukung pembelajaran, masih ada kekhawatiran yang muncul di benak hampir 30 persen responden dan merasa efek negatif ponsel pintar membenarkan perlunya pelarangan dari pihak sekolah.

Dari 628 siswa yang mengikuti survei, tercatat bahwa kekhawatiran bervariasi mulai dari gangguan secara umum (seperti telepon berdering saat pelajaran berlangsung) hingga ketakutan akan siswa lain yang menggunakan telepon untuk menyontek, mengirimkan pesan berkonotasi seksual, dan perundungan di dunia maya.

Meskipun begitu, studi ini juga menemukan bahwa 90,7 persen dari siswa yang mengikuti survei memang menggunakan telepon genggam untuk keperluan sekolahnya.

Penulis dari studi di atas menyatakan bahwa para pembuat kebijakan sekolah hendaknya mempertimbangkan temuan-temuan ini dan “menyusun kebijakan yang jelas mengenai penggunaan telepon genggam yang sesuai beserta konsekuensi jika ada pelanggaran … mengharapkan sepenuhnya pada sekolah untuk mengeliminasi permalasahan yang timbul akibat integrasi telepon genggam ke dalam sistem pembelajaran bukanlah tindakan yang realistik. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan di sekolah harus secara cermat memikirkan manfaat dan halangan yang bisa dihadapi siswa saat memutuskan penerapan kebijakan ini.”

Penggunaan telepon genggam – sudut pandang seorang guru

Berbicara seputar pendapat guru mengenai penggunaan telepon genggam saat jam pelajaran, sebuah studi di Amerika Serikat mengamati sembilan upaya yang dilakukan para guru dalam menggabungkan beragam perangkat teknologi yang ada ke dalam proses pembelajaran.

Studi yang berjudul “Teaching and learning with mobile computing devices” (Pengajaran dan pembelajaran dengan Perangkat Seluler) dari tahun 2015 lalu menjabarkan pengalaman seorang guru Matematika bernama Steven yang menggunakan iPhone di ruang kelas.

“Steve menggunakan iPhone-nya untuk mendokumentasikan hasil kerja siswa dan bukti kehadiran siswanya,” ungkap studi. “Beliau juga mengunggah soal ujian, kuis, tugas, ataupun foto yang dipindai ke dalam aplikasi perangkat lunak berbasis web bernama Evernote. Masing-masing siswanya [terutama siswa kelas 9 dan 10] memiliki berkas yang tersimpan dalam aplikasi ini … hal ini sangat membantu Steven saat melakukan konferensi orang tua dan guru baik formal maupun informal atau ketika berdiskusi dengan rekan sesama guru dan bagian administrasi.

“Steven menikmati fleksibilitas yang ditawarkan telepon genggam saat mengadakan kelas di lokasi selain ruang kelas, misalnya auditorium dan di luar … [dan] beliau pun dapat menggunakan iPhone-nya untuk ‘mengambil setiap dokumen yang [beliau] pernah pindai dan mendapatkan gambaran yang jauh lebih lengkap dan akurat’ seputar perkembangan yang ditunjukkan siswanya.”

Meskipun partisipan dalam studi ini mengatakan bahwa penggunaan perangkat seluler di ruang kelas membutuhkan eksplorasi dan banyak penelahaan pribadi, penulis menyarankan agar sekolah segera mempertimbangkan integrasi perangkat seluler ke dalam rencana pembelajaran, khususnya karena semakin maraknya tren BYOD saat ini.

Referensi

Grant, M.M, Tamim, S., Brown, D.B., Sweeney, J.P., Ferguson, F.K., & Jones, L.B (2015). Teaching and learning with mobile computing devices: Case study in K-12 classrooms. TechTrends: Linking Research and Practice to Improve Learning, 59(4), 32-45. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s115...

Thomas, K, & Muñoz, MA. (2016) 'Hold the Phone! High School Students' Perceptions of Mobile Phone Integration in the Classroom', American Secondary Education, vol. 44, no. 3, pp. 19-37. https://www.ashland.edu/coe/ab...

Walker, R. (2013) “I don't think I would be where I am right now". Pupil perspectives on using mobile devices for learning', Research in Learning Technology, vol. 21, pp. 1-12. DOI: 10.3402/rlt.v21i2.22116