Pandangan orang tua terhadap kemitraan internasional antar sekolah

Para peneliti mengeksplorasi perspektif orang tua tentang International School Partnership (ISP) yang melibatkan murid, guru, dan keluarga di Indonesia dan Australia untuk membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kemitraan semacam ini, dengan harapan agar pendekatan ini dapat membantu meningkatkan kualitas program.

Membagikan temuan mereka dalam Journal of Research in International Education, peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia Ahmad Bukhori Muslim, Herli Salim, dan Sri Setyarini menyatakan bagaimana studi memang kerap mencari tahu sudut pandang, namun tanpa perhatian khusus pada orang tua dan keluarga berpenghasilan rendah. Studi skala kecil ini bertujuan untuk menampilkan dan jika mungkin, mengatasi kesenjangan ini.

Tim peneliti mengumpulkan data dari kuesioner dan wawancara lanjutan yang melibatkan orang tua di sebagian besar keluarga berpenghasilan menengah ke bawah di tujuh kota besar di seluruh Indonesia. Anak-anak dari keluarga ini bersekolah di sekolah negeri maupun swasta yang terlibat dalam kegiatan ISP yang disponsori oleh Ausindo Educational skema BRIDGE (Building Relationships through Intercultural Dialogue and Growing Engagement), dengan beberapa kegiatan meliputi pertukaran pelajar serta kontak reguler melalui internet antara murid dan sekolah.

Manfaat program

Dari 70 kuesioner yang dibagikan kepada orang tua di Indonesia, 46 telah diisi; 10 orang tua dari Australia dengan anak-anak yang terlibat dalam kemitraan di sekolah dan perguruan tinggi Australia juga mengisi kuesioner. Mayoritas orang tua dalam penelitian ini mengakui manfaat dari kemitraan tersebut.

Kemitraan internasional antar sekolah terlihat mampu memberikan kesempatan bagi murid untuk mendapatkan pembelajaran dan pengalaman yang sifatnya otentik – meningkatkan keterampilan bahasa asing dan kepercayaan diri murid, meningkatkan pengetahuan antar budaya serta membantu murid mempelajari nilai-nilai positif. Dalam program ini, murid juga dapat memperluas kelompok pertemanan mereka. Orang tua mengakui bahwa beberapa hal yang disebutkan ini adalah kualitas yang berharga untuk masa depan anak-anak mereka sebagai warga dunia. “Sebagian besar orang tua percaya bahwa ISP penting di era global ini sebab mampu memberikan kepercayaan diri murid dalam bereksistensi di dunia internasional, membantu murid belajar bahasa Inggris, dan mendukung murid mengembangkan pemahaman tentang perbedaan budaya,” para peneliti melaporkan. Mereka menambahkan bahwa sebagian besar orang tua di Indonesia menganggap ISP sebagai aspek penting dalam meningkatkan kurikulum sekolah, rencana pelajaran, dan fasilitas belajar.

Apa pendapat orang tua mengenai biayanya?

Semua peserta di Indonesia menyoroti pentingnya dukungan finansial dari orang tua untuk memastikan keberhasilan program ini. Mayoritas orang tua merasa bangga anak jika anaknya mengikuti program pertukaran pelajar ke Australia, meski untuk mampu membiayainya berarti mereka perlu menabung untuk waktu yang lama, menjual barang-barang, atau bahkan meminjam uang. Seorang Ibu dari murid di sebuah sekolah menengah Islam di Malang, Jawa Timur, mengatakan kepada peneliti: “Saya tidak cukup mampu untuk membiayai program ini. Uang yang kami miliki sesungguhnya hanya cukup untuk makan setiap hari. Ketika saya mendengar bahwa putra saya terpilih untuk mengikuti pertukaran pelajar, saya merasa sangat senang. Suami saya dan saya ingin mendukungnya dengan segala cara ... Lalu kami memutuskan untuk menjual kalung emas yang saya miliki dan meminjam uang dari kerabat agar putra kami dapat mengikuti program ini."

Sebagian besar orang tua setuju bahwa dukungan tambahan dari pemerintah, perusahaan swasta, atau penyandang dana lainnya akan membantu anak-anak mereka berpartisipasi penuh dalam kemitraan atau program serupa. Tim peneliti mengatakan pendanaan bukanlah masalah di kalangan orang tua Australia. “Karena status ekonomi orang tua di sana yang mayoritas adalah menengah ke atas, liburan ke luar negeri – termasuk partisipasi dalam kemitraan sekolah internasional dengan Indonesia – secara ekonomi lebih dimungkinkan."

Faktor lainnya

Lebih dari separuh orang tua Indonesia yang berpartisipasi dalam survei (terutama mereka yang memiliki anak di sekolah dasar) mengkhawatirkan keselamatan anak mereka. Beberapa khawatir tentang berkurangnya rasa nasionalisme anak mereka – karena penguasaan bahasa asing sejak dini, atau lebih bangga dengan kemampuan bahasa Inggris mereka daripada bahasa Indonesia. Beberapa orang tua merasa khawatir anak mereka mungkin akan merasa kurang bangga menjadi orang Indonesia ketika membandingkan fasilitas dan lingkungan yang mereka nikmati selama masa pertukaran ke Australia. Selain itu, beberapa peserta memiliki kekhawatiran tentang masalah budaya.

“Karena sebagian besar peserta program pertukaran adalah Muslim, orang tua khawatir dengan penyediaan makanan dan minuman yang halal untuk anak-anak mereka selama program homestay. Anak-anak mungkin juga kesulitan menemukan ruang untuk melaksanakan shalat mereka,” tulis para peneliti. Mereka mengatakan meskipun kekhawatiran itu nyata bagi orang tua, mereka mampu menghadapi kenyataan dan ditenangkan selama pelatihan sebelum keberangkatan dengan murid pertukaran serta keluarga mereka.

Di lain sisi, orang tua di Australia cenderung mengkhawatirkan masalah keselamatan dan kesehatan dibandingkan masalah ekonomi. “Sebagai contoh, setelah insiden keamanan di Indonesia, beberapa orang tua menarik anak-anak mereka dari program pertukaran. Ada juga orang tua yang membatalkan keterlibatan putrinya karena dia sendiri mengalami keracunan makanan selama liburannya ke Indonesia.” Sekali lagi, kekhawatiran ini dapat diredakan oleh guru dan sekolah yang memberikan informasi kepada orang tua tentang ISP, termasuk orientasi keselamatan sebelum keberangkatan.

Kesulitan terakhir yang tercatat oleh orang tua dan tim peneliti adalah teknologi. Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki kapasitas internet atau komputer untuk mendukung kegiatan program. Di daerah terpencil, beberapa sekolah bahkan tidak memiliki listrik untuk kegiatan belajar mengajar mereka sehari-hari.

Referensi

Muslim, A. B., Salim, H., & Setyarini, S. (2020). Indonesian parental perspectives of international school partnerships involving millennial learners. Journal of Research in International Education, 19(2), 106-119. https://doi.org/10.1177/1475240920954051

Apakah sekolah Anda terlibat dalam suatu kemitraan internasional antar sekolah atau jenis kemitraan lainnya? Apa manfaatnya bagi murid? Sudahkah Anda menanyakan pandangan orang tua tentang program dan kegiatan semacam ini? Apa kekhawatiran mereka dan bagaimana Anda menanganinya?