Respon-pembaca: Mendorong perkembangan keterampilan membaca kritis

Dalam artikel ini, kami berbicara dengan Dr. Lexie Scherer mengenai metode respons-pembaca yang dapat membantu guru menemukan “daya tarik” khusus yang akan membuka jalan bagi murid menuju keajaiban yang bisa didapatkan lewat membaca.

Dalam upaya pengembangan keterampilan membaca anak-anak yang baru saja mulai memasuki sekolah dasar, tidak aneh jika kita menemukan berbagai tingkatan kemampuan yang berbeda, dengan keragaman latar belakang, pengalaman dan kepercayaan diri, serta satu “daya tarik” khusus yang akan membuka jalan bagi murid menuju keajaiban yang bisa didapatkan lewat membaca.

Dalam artikelnya yang diterbitkan dalam Journal of Early Childhood Literacy, Dosen Senior Studi Anak di University of Portsmouth di Inggris, Dr. Lexie Scherer mengeksplorasi fungsi metode respons-pembaca yang melibatkan murid usia 6 hingga 7 tahun dalam pelajaran membacanya di sekolah, dengan membawa serta dunia dan pengalaman mereka sendiri ke dalam pembelajaran.

“Teori respons-pembaca adalah pemikiran yang sudah cukup lama dicetuskan … pertama dikenalkan oleh Louise Rosenblatt di akhir tahun 1930-an,” Dr. Scherer menjelaskan ke tim majalahg Teacher. “Ide dasar dari pemikiran ini adalah, bahwa terdapat dua gaya membaca… Kita dapat memilih untuk membaca dengan gaya membaca eferen yang sifatnya terus-menerus, dengan tujuan mencari jawaban atas suatu pertanyaan, kemudian ada pula gaya membaca estetis, yang sifatnya lebih mendalam… dalam kasus ini, gaya membaca yang meminta anak-anak untuk membawa konteksnya serta emosinya masing-masing dalam kegiatan membaca.

Sebagai contoh untuk menjelaskan dua jenis gaya membaca di atas, Dr. Scherer menjelaskan bahwa gaya membaca eferen kerap melibatkan pertanyaan seperti "apa warna baju anak laki-laki dalam bacaan?", sedangkan gaya membaca estetis lebih berfokus pada pertanyaan seperti, "bagaimana perasaan kamu saat membaca cerita tersebut?" atau “di mana kamu menempatkan diri Anda dalam cerita ini?”

“Apa yang [Rosenblatt] simpulkan adalah, bahwa kita kerap lebih memberikan fokus pada gaya membaca eferen di sekolah,” Dr Scherer menjelaskan, mengutip contoh dari negara Inggris yang menekankan pembelajaran semacam ejaan dan tata bahasa di Key Stage One (TK), serta kemampuan fonetik.

Memupuk keterlibatan belajar yang lebih dalam lewat literatur

Kita tahu bahwa kemampuan untuk berhubungan dan berempati dengan orang, tempat, atau hal-hal yang terjadi di dalam cerita dapat meningkatkan ketertarikan anak-anak untuk belajar membaca. Metode respons-pembaca memungkinkan seseorang untuk terhubung dengan bacaannya pada tingkat yang lebih personal, dengan membolehkan pembaca membawa dirinya yang “utuh” ke dalam cerita.

“Sekali lagi, kembali ke teori Louise Rosenblatt, ia menyatakan bahwa teks bukanlah sutau hal yang tidak bernyawa – bahwa sebenarnya kita dapat saja melakukan dialog dengan teks, yang hanya akan hidup ketika kita mulai membuka halaman dan terus membaca. Jadi, pastikan untuk selalu membawa konteks diri kita sendiri, baik jenis kelamin, etnis, usia, ataupun lokasi kita berada ke dalam bahan bacaan, ” Dr. Scherer menjelaskan, menambahkan bahwa pengakuan holistik yang membolehkan anak mengidentifikasi dirinya ke dalam bahan bacaan akan memengaruhi perkembangan keterampilan literasi itu sendiri

“Dengan memungkinkan anak-anak untuk membawa konteks mereka, akan tercipta akses kepada materi pembelajaran yang lebih kuat serta meningkatkan penghargaan bagi diri masing-masing dari setiap anak. Sederhananya, jika seseorang mengatakan bahwa pandangan, perasaan, dan pengalaman Anda berharga, dan jika Anda merasa mendapatkan dukungan serta penghargaan dalam melakukan suatu hal , maka Anda akan mampu melakukan hal tersebut dengan lebih baik lagi.”

Metode respons-pembaca juga dapat menjadi alat yang ampuh dalam membangun keterampilan literasi kritis, Dr. Scherer menjelaskan, dengan mendorong anak-anak untuk menghubungkan pengalaman dan emosi mereka sendiri dengan cerita. “Jadi, penting bagi guru untuk bertanya kepada anak-anak, ‘pernahkah kamu merasa takjub akan sesuatu? Kapan kamu merasa seperti itu?’”

Memanfaatkan metode respons-pembaca di ruang kelas

Dalam refleksi menganai bagaimana penelitiannya dapat diterapkan di tingkat sekolah dasar, Dr. Scherer menawarkan sejumlah aktivitas dan pendekatan yang dapat dilakukan guru dengan menggunakan metode respons-pembaca untuk membantu murid membangun keterampilannya.

  1. Mengajarkan metode respons-pembaca kepada murid:“Menjelaskan perbedaan antara gaya membaca eferen dan estetis kepada murid akan membantu mereka membangun keterampilan mengaplikasikan metode respons-pembaca. Mengajarkan hal ini kepada anak-anak agar mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka akan membawa manfaat yang amat besar. Hal ini berperan besar dalam bentuk asesmen yang lebih luas di mana anak-anak akan mampu memahami mengapa suatu hasil pembelajaran dituntut dari mereka.”
  2. Membuat kelompok literasi: “Di dalam kelompok ini, buatlah lingkungan di mana membaca dapat menjadi aktivitas yang murni berfokus pada kegiatan membaca itu sendiri, meluangkan waktu untuk menikmati teks, dan untuk membahas hal-hal seputar, 'apa pendapat kamu tentang bacaan ini? Apa kamu pernah merasa seperti ini? Dengan karakter mana kamu merasa terhubung?’ Dalam kelompok ini, membaca bukan dilakukan untuk lulus dalam suatu penilaian ataupun meningkatkan kemampuan akademik.”
  3. Literasi visual: “Tentang bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mengidentifikasi suatu gambar. Anda dapat memperlihatkan gambar yang menarik dan mengajukan beberapa pertanyaan terbuka sebagai permulaan pengenalan suatu topik.”
  4. ‘Tuliskan suatu kisah’: “Ketika anak-anak mulai bicara tentang suatu hal, minta mereka untuk menuliskan kisah tersebut ke dalam bentuk berita atau laporan, tergantung dari kebutuhannya.”
  5. Aktivitas yang dicetuskan oleh murid: “Anda dapat meminta murid untuk membawa foto rumah ataupun objek lainnya—sesuatu yang menarik untuk mereka—dan meminta mereka untuk menjelaskan perasannya mengenai objek tersebut. Aktivitas ini dapat menjadi dasar untuk memberikan bacaan lebih lanjut untuk anak.”

“Saya pikir ada cukup banyak ruang interpretasi dalam metode respons-pembaca, jika memang Anda memiliki waktu yang cukup untuk itu,” sebut Dr. Scherer. “Metode ini juga bukanlah sesuatu yang sulit untuk diperkenalkan kepada anak-anak—mereka akan secara alami menikmati pendekatan semacam ini sebab memungkinkan mereka untuk mengembangkan minat serta sesuatu yang mereka suka lakukan, bicarakan, dan mampu lakukan dengan baik.”

Referensi

Rosenblatt, L. (1970). Literature as Exploration (2nd ed.). University of Illinois Press. https://doi.org/10.2307/3331557

Scherer, L. (2022). ‘Where would you be in the picture?’: Using reader-response with children in primary school. Journal of Early Childhood Literacy, 22(2), 182–206. https://doi.org/10.1177/1468798420913991

Dalam artikel ini, Dr. Lexie Scherer menawarkan sejumlah strategi untuk melibatkan anak-anak membaca menggunakan metode respons-pembaca. Manakah dari strategi ini yang dapat Anda gunakan di kelas Anda sendiri?

Berkaca pada buku-buku di perpustakaan sekolah Anda, apakah karakter dan lokasi latar belakang cerita telah mewakili keragaman murid di sekolah Anda?