Teori beban kognitif: Strategi pengajaran

Bagaimanakah cara kita menerapkan pemahaman tentang bagaimana orang belajar, berpikir, dan berusaha memecahkan masalah ke dalam pengajaran kita di ruang kelas? Pertanyaan tersebut adalah dasar dari teori beban kognitif. John Sweller, seorang Profesor Emeritus Psikologi Pendidikan dari University of New South Wales yang telah menjalani beberapa dekade hidupnya untuk melakukan riset atas teori ini. Dalam artikel ini, melanjutkan tulisan kami sebelumnya mengenai teori beban kognitif, Sweller mendeskripsikan beberapa strategi pengajaran di ruang kelas yang bermula dari teori beban kognitif.

Teori beban kognitif merupakan teori pengajaran yang berdasarkan pada struktur kognitif manusia (yang artinya, fungsi-fungsi kognitif yang membantu kita mempelajari sesuatu) yang berazas pada karakteristik memori kerja dan memori jangka panjang manusia. Sebagai pengajar, Anda hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor ini dalam strategi pengajaran Anda di kelas.

Profesor Emeritus John Sweller berpendapat bahwa ada banyak sekali prosedur instruksional (disebut sebagai “efek”) yang dapat Anda gunakan untuk mengurangi beban kognitif tak berhubungan dalam diri siswa.

Beliau menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami menderita kondisi extraneous cognitive load adalah orang yang menyimpan beban yang tidak perlu dalam memori kerja mereka, artinya lebih kecil kemungkinannya bagi orang-orang yang demikian untuk mentransfer semua informasi dari memori kerja ke memori jangka panjang mereka.

Bentuk-bentuk instruksi dukungan: Worked example effect, expertise reversal effect, dan guidance fading effect

“Pentingnya pemberian worked example effect pada siswa dapat dilihat dari fakta bagaimana di saat siswa Anda yang diminta menjawab soal tertentu tanpa mendapatkan contoh karya yang diharapkan sebelumnya, maka hasil yang dicapai oleh siswa tersebut tidak akan sebaik hasil dari siswa lain yang bekerja menjawab soal dengan sebelumnya melihat contoh,” Sweller memberitahu Teacher.

Sebab dengan diberikannya contoh kerja kepada siswa sebelum diharuskan untuk menjawab soal, akan lebih sedikit kemungkinan siswa berupaya menebak ekspektasi hasil karya tanpa referensi yang jelas yang akan sangat berpotensi membebani memori kerja mereka dengan kelebihan informasi yang tak perlu.

Alasan lain, di saat para siswa telah tahu lebih banyak mengenai suatu bidang dengan mempelajari contoh karya, mereka akan dapat menyelesaikan tugas-tugas problem-solving dengan lebih efektif. Proses ini disebut sebagai ‘expertise reversal effect’.

“Berdasarkan kedua efek tersebut, dari awal hendaknya Anda memberikan banyak bimbingan berupa petunjuk eksplisit untuk mengurangi beban pada memori kerja siswa, sehingga dengan demikian akan lebih mudah bagi mereka untuk mentransfer informasi ke dalam memori jangka panjang,” jelas Sweller.

Di ruang kelas, terdapat pula risiko di mana Anda mungkin saja memberikan terlalu banyak informasi yang kurang perlu kepada siswa Anda.

“Ketika para siswa telah lebih mahir, petunjuk-petunjuk eksplisit tersebut tidak lagi selalu diperlukan dan ada kemungkinan bahwa hal tersebut malah akan mengganggu perkembangan kemahiran siswa. Petunjuk semacam itu perlu dihapus perlahan-lahan dan mulai Anda gantikan dengan kegiatan problem-solving.

Metode transisi dari di mana awalnya Anda dituntut untuk menyediakan banyak bimbingan lalu kemudian beralih pada suatu proses problem-solving disebut sebagai ‘guidance fading effect’.

Efek redundansi (Redundancy effect)

Efek redundansi, menurut Sweller, terjadi ketika Anda memberikan informasi yang kurang perlu kepada siswa, yang bagaimanapun juga harus mereka proses di dalam memori kerja mereka. Hal ini adalah salah satu hal yang juga menyebabkan terjadinya beban kognitif asing.

“Penggunaan perangkat PowerPoint yang telah menjadi semacam standar cara ajar telah ikut andil dalam menyebabkan masalah redudansi,” kata Sweller. “Alih-alih hanya dengan menampilkan diagram-diagram atau slide berisi poin-poin pokok, pengajar sering kali membacakan informasi yang persis sama seperti yang dituliskan di slide, yang tentu dapat dibaca sendiri oleh siswa.

“Konsekuensinya adalah kelebihan beban pada memori kerja, sebab para siswa harus secara bersamaan mencerna dan mengkordinasi kedua informasi tertulis dan lisan tersebut. Jika Anda meminta para siswa untuk melakukan kedua hal tersebut secara bersamaan, yang mana sesungguhnya tak perlu, hasilnya adalah beban kognitif asing yang dapat merugikan. Siswa pada umumnya akan dapat memahami dengan lebih baik ketika mereka hanya perlu mempelajari informasi lisan saja atau tertulis saja, alih-alih keduanya sekaligus.”

Efek informasi sementara (Transient information effect)

Namun demikian, jika Anda sebagai pengajar memilih untuk hanya memberikan informasi secara lisan, ‘transient information effect’ juga dapat terjadi, karena bahasa lisan sifatnya sementara. Hal yang sama juga berlaku dalam pemberian informasi dalam bentuk animasi visual, dibandingkan dengan visual statis.

“Apabila siswa Anda perlu mengingat-ingat apa yang Anda telah katakan sebelumnya untuk dapat memahami apa yang sekarang sedang Anda katakan, mereka bisa mengalami kelebihan beban memori kerja, terutama jika informasi yang perlu dipahami sifatnya kompleks.”

Untuk mencegah hal tersebut, Sweller menjelaskan bahwa informasi lisan (atau apa pun yang sifatnya audio), harus Anda berikan sedikit demi sedikit, atau sekaligus saja dalam bentuk tertulis. Salah satunya sebab siswa akan lebih mudah mempelajari kembali informasi yang bentuknya tertulis, yang juga akan mengurangi beban kognitif mereka.

“Di saat informasi lisan sifatnya sementara, informasi tertulis sifatnya permanen. Akan berguna bagi siswa untuk mengurangi beban kognitif jika mereka dapat dengan mudah melihat kembali ke informasi yang telah diberikan sebelumnya yang sifatnya tertulis,” jelas Sweller.

Efek perhatian terbagi (Split-attention effect)

Bagaimana tentang informasi visual statis yang Anda bagikan kepada siswa Anda?

“Jika sebuah diagram dipresentasikan melalui kata-kata yang sekadar mendeskripsikan begitu saja diagram tersebut, ada kemungkinan kata-kata itu juga akan menjadi suatu redundansi dan dan perlu dieliminasi untuk mengurangi beban kognitif siswa,” kata Sweller.

Namun demikian, beliau memberi catatan, bahwa sebuah diagram terkadang memang memerlukan teks komplementer untuk dapat dipahami. Jadi, agar Anda satu hal yang perlu Anda pertimbangkan di saat membuat presentasi dengan menggabungkan informasi dalam bentuk teks dan diagram adalah suatu kondisi yang dinamakan ‘split-attention effect’.

Hal ini terjadi ketika teks yang sifatnya penting tidak diintegrasi dengan sebaik mungkin ke dalam diagram, dan riset menunjukkan bahwa bentuk presentasi semacam ini lebih dapat memfasilitasi proses pengajaran dibandingkan sumber informasi yang sifatnya terbagi (artinya, kesatuan informasi yang bersumber dari dua hal yang sifatnya berbeda, dalam topik ini, misalnya sumber visual dan tertulis).

Sebagai contoh, Sweller menjelaskan bahwa pernyataan “Sudut XYZ = Sudut ABC” sesungguhnya tidak berguna jika tidak didampingi oleh diagram. Maka, jika pernyataan dan diagram ditampilkan secara tidak bersamaan, maka para siswa Anda memerlukan kerja ekstra untuk menggabungkan keduanya dalam kepala mereka, yang mana memerlukan penggunaan memori kerja.

Oleh sebab itu, integrasi dengan meletakkan teks di lokasi-lokasi yang sesuai pada diagram akan mengurangi kemungkinan terbaginya perhatian siswa ke dalam dua sumber informasi berbeda, dan dengan demikian akan mengurangi beban kognitif.

Efek modalitas (Modality effect)

Sweller menerangkan bahwa Anda dapat mencoba cara lain untuk mengurangi beban kognitif dengan, misalnya dengan mempresentasikan teks dalam bentuk audio. Hal ini merupakan contoh ‘modality effect’.

“Presentasi dual-mode semacam ini akan memberi peluang berfungsinya baik memori kerja visual dan audio, dan dengan demikian memperluas sumber-sumber memori kerja dan pada akhirnya memfasilitasi proses belajar yang baik.”

Namun, Sweller juga memberi catatan bahwa Anda harus menghindari pembuatan informasi lisan yang terlalu panjang atau rumit, agar mencegah terjadinya efek informasi transient (sementara).

“Semua bentuk-bentuk prosedur instruksional (efek) di atas, dan masih banyak efek lainnya, telah diuji coba di ruang kelas di seluruh dunia dalam berbagai kesempatan. Dalam setiap kasus, terdapat bukti-bukti yang luar biasa dari pemfasilitasan proses belajar dengan cara mengurangi beban kognitif,” kata Sweller.

Pertimbangkanlah salah satu dari prosedur-prosedur instruksional yang digambarkan oleh Profesor John Sweller.

Kapan terakhir kalinya Anda menggunakan salah satu prosedur tersebut di ruang kelas? Apakah prosedur itu berfungsi sebagaimana yang telah Sweller deskripsikan sebagai salah satu cara paling kondusif untuk mendukung proses pembelajaran? Perubahan-perubahan seperti apa yang menurut Anda dapat dilakukan di ruang kelas?