Kesejahteraan guru selama COVID-19

Dengan berhentinya sebagian besar aktivitas masyarakat akibat COVID-19, sekolah juga mengalami hal serupa. Selama masa pandemi ini, penting bagi guru untuk menjaga diri masing-masing. Untungnya, ada strategi-strategi yang dikembangkan untuk mendukung kesejahteraan setiap guru.

Kesejahteraan guru tidak hanya merupakan keluaran yang penting, melainkan cara untuk meraih tujuan penting lainnya, seperti capaian pembelajaran dan kesejahteraan siswa. Di bawah ini, kami sebutkan sejumlah strategi untuk mendukung terwujudnya kesejahteraan guru dan menjelaskan mengapa strategi tersebut berguna dalam menghadapi COVID-19 beserta dampaknya.

Dukungan sosial

Pembatasan sosial diyakini menjadi langkah sangat penting dalam menurunkan penyebaran COVID-19. Namun, baru-baru ini sekelompok psikolog menemukan bahwa sejatinya penggunaan kata pembatasan fisik jauh lebih tepat (Miller, 2020): kita harus memastikan ada jarak dengan orang lain, bukan sekedar pembatasan sosial. Dalam kondisi seperti sekarang, bahkan dalam kondisi apapun, dukungan sosial memegang peranan penting bagi kesejahteraan kita (Waldinger, 2015). Hal ini terbukti benar bagi guru dan masyarakat pada umumnya.

Dalam penelitian yang dilakukan di antara sejumlah guru, kami menemukan bahwa mereka yang memiliki hubungan yang lebih positif dengan siswa dan koleganya lebih mungkin mencapai kesejahteraan di kantor maupun dalam kehidupan secara umum (Collie dkk., 2016). Upaya yang dikerahkan untuk mengembangkan dan mempertahankan relasi sosial yang kuat memang penting dilakukan, terutama di masa ketika kita menjalani lebih sedikit interaksi sosial dibanding biasanya.

Dengan adanya beragam perubahan yang dilakukan demi memperlambat penyebaran COVID-19, kita juga perlu terlibat dalam menerapkan pembatasan fisik, sambil tetap mempertahankan keterhubungan sosial. Hal ini bisa dilakukan melalui pertemuan atau percakapan dengan kolega atau siswa dengan menggunakan media daring seperti Zoom atau Skype, atau bisa juga melalui sistem manajemen pembelajaran daring; panggilan telepon dengan keluarga; permainan daring dengan teman.

Mencoba dan menyesuaikan strategi di atas untuk membangun dukungan sosial dengan kolega terbukti efektif. Misalnya, dengan meminta bantuan dari kolega, teman sebaya, dan mentor memang berhasil menolong para guru dalam menavigasi tantangan pekerjaan yang muncul (Castro dkk., 2010).

Kemampuan beradaptasi

Kemampuan beradaptasi diartikan sebagai hingga sejauh mana seorang individu mampu menyesuaikan pikiran, tindakan, dan emosinya agar dapat secara efektif menjalani situasi yang baru, menantang, atau tidak menentu (Martin dkk., 2012). Secara garis besar, profesi mengajar melibatkan banyak situasi dan peristiwa yang bisa dianggap baru, berubah-ubah, atau tidak pasti. Salah satu diantaranya: guru wajib merespon kebutuhan siswa yang berubah selama berlangsungnya proses belajar di kelas, beradaptasi untuk mengendalikan kondisi tidak terduga yang berkaitan dengan perilaku siswa, dan melakukan penyesuaian rencana pengajaran ketika perubahan jadwal terjadi (Collie & Martin, 2016).

COVID-19 bisa dikategorikan sebagai situasi baru yang menantang dan tidak menentu bagi kita semua. Oleh karena itu, kemampuan beradaptasi diperlukan sekarang lebih daripada sebelumnya. Bagi guru hal ini meliputi beberapa hal, misalnya:

  • menyesuaikan pemikiran dan sikap mengenai bagaimana siswa belajar secara daring dan bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan dalam pengajaran berbeda seperti sebelumnya;
  • menyesuaikan perilaku pribadi dengan meminta pertolongan orang lain untuk mendukungan kebutuhan teknis apapun untuk keperluan menjagar jarak jauh; dan,
  • menyesuaikan emosi dengan cara mengendalikan rasa cemas atau frustasi yang mungkin muncul sebagai akibat alih peran dari penggunaan teknologi yang berbeda dengan penggunaan teknologi pada metode belajar jarak jauh lainnya.

Penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa guru yang lebih mudah beradaptasi memperlihatkan status kesejahteraan yang lebih besar di lingkungan pekerjaan. Selain itu, guru yang mampu beradaptasi juga menunjukkan komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaannya dan lebih tidak sering lepas tangan dengan urusan yang berkaitan dengan pekerjaan (Collie & Martin, 2017; Collie dkk., 2018). Guru cuek dan lepas tangan dengan urusan pekerjaan mungkin dikarenakan mereka hanya menaruh sedikit perhatian atau usaha pada pekerjaannya, sering kali akibat tekanan kerja yang berlebihan.

Berdasarkan hasil temuan mengenai pengembangan profesional (Clarke & Hollingsworth, 2002), kami baru-baru ini mengajukan beberapa langkah yang sekiranya membantu guru meningkatkan kemampuan beradaptasinya, sebagai berikut:

  • mencoba mengingat kembali situasi yang belum lama terjadi yang menuntut guru untuk beradaptasi (contohnya, menyesuaikan sistem pemeriksaan untuk penilaian daring);
  • membayangkan bagaimana cara Anda menyesuaikan pikiran, tingkah laku, atau emosi dalam menghadapi situasi tersebut dan akankah Anda memilih untuk melakukan hal yang berbeda di masa yang akan datang (contohnya, Sumber daya lain apa yang bisa saya gunakan di waktu mendatang? Kemana lagi saya bisa meminta dukungan semacam ini?); dan,
  • melakukan eksperimen dengan gagasan-gagasan di atas ketika situasi serupa kembali terulang. (Collie & Martin, 2016)

Dengan situasi COVID-19 seperti sekarang, kemampuan beradaptasi menjadi sangat penting bagi guru agar mampu secara efektif menavigasi masa-masa tidak menentu di beberapa minggu atau bulan ke depan.

Apa yang pemimpin sistem pendidikan bisa lakukan untuk mendukung para guru?

Di samping strategi-strategi yang dijabarkan di atas, para pemimpin dalam sistem pendidikan juga memiliki peranan penting dalam mendukung guru. Pemimpin yang dimaksud antara lain kepala sekolah dan pengawas.

Kepemimpinan otonomi yang suportif berarti pemimpin yang mengambil tindakan yang menggalakkan pemberdayaan dan inisiasi mandiri di antara guru (Slemp dkk., 2018).

Penelitian kami juga menjelaskan bahwa ketika guru menganggap pimpinannya di sekolah suportif, maka guru cenderung membangun hubungan yang jauh lebih positif dengan siswa dan koleganya, serta memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik, kesejahteraan di lingkup pekerjaan yang juga lebih baik, serta menunjukkan tingkat kelelahan emosional yang lebih rendah (Collie dkk., 2016; Collie & Martin, 2017). Perilaku pemimpin yang suportif seperti ini justru merupakan langkah jitu agar para pemimpin dapat menjamin guru mendapatkan dukungan sosial dan pengalaman untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi mereka. Sementara kesejahteraan di kantor berarti fungsi profesional berjalan sehat dan positif, kelelahan emosional diartikan seperti sedang mengalami emosi yang terkuras dan tidak bertenaga, dan bisa berpeluang mengakibatkan keruntuhan secara fisik maupun mental (Maslach dkk., 2001).

Dalam sebuah studi terbaru, kami juga menemukan fakta bahwa ketika guru memiliki persepsi bahwa pemimpinnya suportif, maka mereka pun memiliki kebahagian yang lebih besar saat melakukan pekerjaan (Collie dkk., 2019). Kegembiraan saat bekerja merupakan kapasitas yang perlu dimiliki agar mampu menghadapi tantangan-tantangan yang umum terjadi di lingkungan pekerjaan—dan khususnya penting dengan munculnya tantangan akibat COVID-19.

Utamanya, penelitian sebelumnya juga telah memberikan panduan tentang bagaimana menerapkan kepemimpinan otonomi yang suportif. Beberapa diantaranya:

  • mendengarkan kebutuhan para guru, misalnya yang berkaitan dengan keperluan untuk mengadakan kelas daring
  • menyadari dan mencoba memahami permasalahan yang guru hadapi dari sudut pandang mereka, misalnya memberikan guru kesempatan untuk menyuarakan kesulitan yang mereka hadapi dan kesempatan yang bermunculan selagi mengajar jarak jauh sepanjang karantina COVID-19 berlangsung
  • meminta masukan dari guru terkait pembuatan keputusan di tingkat sekolah, misalnya bertanya pada guru mengenai pandangan mereka akan pendekatan terbaik yang bisa dilakukan dalam menjalankan beragam kegiatan dan tugas terjadwal selama kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang
  • mempersiapkan dasar pemikiran untuk tugas-tugas yang diwajibkan oleh guru, misalnya menjelaskan bagaimana dan mengapa tugas tersebut tetap perlu dikerjakan meski dari jarak jauh.

Referensi

Castro, A. J., Kelly, J., & Shih, M. (2010). Resilience strategies for new teachers in high-needs areas. Teaching and Teacher Education, 26(3), 622-629.

Clarke, D., & Hollingsworth, H. (2002). Elaborating a model of teacher professional growth. Teaching and teacher education, 18(8), 947-967.

Collie, R. J., Bostwick, K. C., & Martin, A. J. (2019). Perceived autonomy support, relatedness with students, and workplace outcomes: an investigation of differences by teacher gender. Educational Psychology, 1-20.

Collie, R. J., & Martin, A. J. (2016). Adaptability: An important capacity for effective teachers. Educational Practice and Theory, 38(1), 27-39.

Collie, R. J., & Martin, A. J. (2017). Teachers' sense of adaptability: Examining links with perceived autonomy support, teachers' psychological functioning, and students' numeracy achievement. Learning and Individual Differences, 55, 29-39.

Collie, R. J., Martin, A.J. & Granziera, H. (2018, May 8). Being able to adapt in the classroom improves teachers’ well-being. The Conversation. https://theconversation.com/be...

Collie, R. J., Shapka, J. D., Perry, N. E., & Martin, A. J. (2016). Teachers’ psychological functioning in the workplace: Exploring the roles of contextual beliefs, need satisfaction, and personal characteristics. Journal of Educational Psychology, 108(6), 788–799.

Martin, A. J., Nejad, H., Colmar, S., & Liem, G. A. D. (2012). Adaptability: Conceptual and empirical perspectives on responses to change, novelty and uncertainty. Journal of Psychologists and Counsellors in Schools, 22(1), 58-81.

Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job burnout. Annual review of psychology, 52(1), 397-422.

Miller, K. (2020, March 18) Let's Aim for Physical Rather Than Social Distancing. Psychology Today. https://www.psychologytoday.co...

Slemp, G. R., Kern, M. L., Patrick, K. J., & Ryan, R. M. (2018). Leader autonomy support in the workplace: A meta-analytic review. Motivation and emotion, 42(5), 706-724.

Waldinger, R. (2015, November). Robert Waldinger: What makes a good life? Lessons from the longest study on happiness [Video file]. https://www.ted.com/talks/robe...

Penulis artikel ini menyebutkan bahwa kemampuan beradaptasi, yang nyatanya sering kali dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan di lingkup pekerjaan, semakin dibutuhkan dibandingkan sebelumnya.

Coba pikirkan pengajaran atau situasi berkaitan dengan pekerjaan yang belakangan terjadi, dimana Anda perlu menerapkan kemampuan beradaptasi. Bagaimana Anda menyesuaikan pikiran, tingkah laku, dan emosi? Akankah Anda melakukan suatu hal yang berbeda jika kondisi semacam ini kembali terjadi di masa akan datang? Apakah nantinya Anda merasa perlu mendapat sumber daya baru atau dukungan?