Koleksi buku Teacher: In Teachers We Trust

Dalam buku baru mereka, In Teachers We Trust: The Finnish Way to World-Class Schools, Pasi Sahlberg dan Timothy D Walker mendeskripsikan tujuh prinsip utama untuk membangun kepercayaan hingga menjadi budaya di sekolah. Pasi dan Timothy berbagi contoh tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam sistem sekolah di Finlandia, bagaimana berbicara dengan praktisi mengenai pekerjaan mereka, menawarkan saran praktis, serta memberikan pertanyaan pancingan kepada guru dan pemimpin sekolah agar dapat melakukan refleksi.

Suntingan eksklusif untuk para pembaca Teacher mengenai 'tiga tingkat kepercayaan' diambil dari satu bab yang membahas bagaimana cara pendidik dapat memupuk peserta didik untuk menjadi pelajar yang bertanggung jawab.

Tiga Tingkat Kepercayaan

Guru pembimbing Anni Loukomies menjelaskan kepada kami mengenai salah satu masalah utama yang ia lihat di kelas: “Berkali-kali. . . saya melihat tanggung jawab yang terlampau besar diberikan kepada murid yang memiliki keterampilan pengaturan-diri yang rendah.” Dalam kasus semacam ini, pada akhirnya anak-anak kerap hanya bermain-main. Sebaliknya, seringkali guru memberi terlalu banyak otonomi bagi anak-anak yang telah memiliki kemampuan untuk mengatur diri dan tugas-tugasnya dengan baik. Kondisi semacam ini dapat saja membuat murid berkecil hati dan bosan. Dalam kedua kasus tersebut, perkembangan anak dapat terganggu.

Instruksi yang terdiferensiasi bagi setiap murid dapat berfungsi sebagai jalan terbaik untuk memastikan agar semua murid dapat berkembang. Dari yang disampaikan oleh Carol-Ann Tomlinson, profesor di bidang pendidikan di University of Virginia, pendekatan semacam ini adalah cara mengajar yang mampu menghormati peserta ajar. Dalam arti, pengajaran yang optimal sebab didasari oleh minat, preferensi, dan kompetensi dari masing-masing murid.

Seorang kolega dari Finlandia, Anni-Mari Anttila dari Espoo Christian School mengembangkan kerangka diferensiasi untuk menumbuhkan kemandirian murid-muridnya; dari kelas 3 sampai 6. Ia menyebutnya kerangka ini sebagai Three Levels of Trust atau Tiga Tingkat Kepercayaan. Pendekatan ini berasal dari keyakinannya bahwa setiap murid harus dapat menikmati kebebasan diri, namun tetap dalam proporsi yang sebanding dengan tingkat kemampuan pengaturan diri yang mereka miliki saat ini. Secara khusus, dia mengevaluasi kemampuan murid untuk “menginisiasi, terus mengerjakan, tidak teralihkan, hingga menyelesaikan suatu tugas,” dan seperti Anni Loukomies di atas, ia berpegang pada tingkat kemampuan pengaturan diri yang dimiliki masing-masing murid sebagai penentu seberapa banyak kelonggaran yang dapat dia berikan kepada murid-muridnya.

Ruang kelas bahasa Inggris Anni-Mari di lantai tiga sendiri adalah ruangan yang sangat menyenangkan. Bola besar yang biasa dipakai berolahraga ditempatkan di belakang meja sebagai alternatif kursi dan delapan sepeda statis ditempatkan di depan jendela besar yang memungkinkan banyak cahaya alami masuk, membentuk setengah lingkaran di bagian belakang kelas. Namun tetap saja ketika Anni-Mari memberi muridnya pilihan untuk bekerja di tempat lain, sangat sedikit dari mereka yang ingin tetap berada di kelasnya. "Mereka menganggap sama menyenangkannya untuk berada di kelas ini ataupun untuk berada sejauh mungkin dari saya." katanya.

Anni-Mari mengerti bahwa murid-muridnya sangat termotivasi oleh kebebasan atau otonomi. Ia juga memberi muridnya pilihan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan secara berpasangan. Keputusan untuk mengembangkan otonomi inilah yang menjadi dasar dari kerangka Tiga Tingkat Kepercayaan (Gambar 7.2).

Saat ia memperkenalkan hierarki kepercayaan ini di awal tahun ajaran, setiap anak memulai dari level tertinggi. Ia mengatur sedemikian rupa agar setiap muridnya bisa mencapai keberhasilan dengan memberikan tugas pertama—serta setiap tugas berpasangan—yang selalu berupa sesuatu yang dapat mereka selesaikan secara mandiri dengan mudah. Kerap kali setiap pasangan diminta untuk berlatih membaca dialog dalam bahasa Inggris, bergiliran membaca naskah masing-masing, atau sesederhana memainkan permainan papan yang menyenangkan dengan dadu. Anni-Mari menekankan bahwa hal-hal semacam ini adalah “kegiatan yang mereka tahu persis bagaimana cara melakukannya.” Ia menambahkan, “Saya tahu bahwa mereka akan berhasil: Mereka tahu apa yang menjadi ekspektasi; mereka tahu kapan harus memulai; dan mereka tahu kapan sudah bisa mengatakan selesai.”

Fig 7.2 In Teachers We Trust

Figur 7.2: Tiga Tingkat Kepercayaan. Sumber: Anni-Mari Anttila

Anni-Mari secara eksplisit menginformasikan murid-muridnya mengenai ekspektasi serta tata cara kerja berpasangan. Sebelum mengizinkan anak-anak meninggalkan kelasnya, Anni-Mari mengambil nama secara acak dan mengharuskan setiap anak untuk saling menatap mata pasangannya dengan hormat, tanpa ada yang membuang muka. Ia lebih lanjut menggambarkan rutinitasnya, "Mereka harus membuka buku di halaman yang saat itu sedang mereka kerjakan. Mereka perlu tahu apa yang akan mereka lakukan hari itu. Kemudian mereka harus memilih di mana dan bagaimana cara mereka mengerjakan segala sesuatunya dan kembali setelah selesai. . . Jika saya tidak melihat rutinitas semacam ini berjalan dengan baik tanpa pengawasan . . Saya akan mencari murid tersebut dan memberikan instruksi ulang kepadanya. Di saat ini terjadi, maka mereka sementara perlu jatuh ke tingkat kepercayaan yang lebih rendah."

Murid yang memegang tingkat kepercayaan tertinggi dari Anni-Mari kerap mengunjungi kelas lamanya. Tempat yang terletak di sisi lain lantai tiga ini menawarkan ruangan loteng yang nyaman yang dirancang khusus untuk mereka yang senang bekerja secara mandiri. Terkadang Anni-Mari bahkan memberikan muridnya kunci untuk mengakses ruangan tempat penyimpanan di mana mereka dapat menyelesaikan pekerjaan dalam ketenangan dan hampir tanpa gangguan. Namun, tingkat kepercayaan tinggi semacam ini bisa saja hilang.

“Ada suatu hari di mana saya melihat dua anak yang memilih untuk bekerja di ruang kelas justru bermain-main sampai berjalan di atas meja. Saya berkata ‘Hal ini sangat tidak bisa diterima!’” ungkapnya.

Dua anak ini, yang telah mencapai tingkat kepercayaan tertinggi dari Anni-Mari berargumen kepada guru bahasa Inggris veteran mereka: “Tapi Anda tidak memberi tahu kami bahwa kami tidak dapat berjalan di atas meja!"

“Ya, tapi aku meminta kalian untuk menyelesaikan tugas,” Anni-Mari mengoreksi mereka. “Apakah kita benar-benar perlu melakukan percakapan ini?"

“Tidak” akui anak-anak itu.

“Aku perlu menempatkan kalian pada tingkat kepercayaan yang paling rendah sekarang." kata Anni-Mari. "Dan di tugas berikutnya, siapa pun yang menjadi pasangan kalian, maka ia harus berada di ruang kelas saya . . . Tentu kalian tahu betapa bagusnya ruang kelas itu, tapi memang untuk saat ini tidak ada pilihan lain untuk kalian."

Seperti guru Finlandia lainnya yang diwawancarai dalam buku ini, Anni-Mari mengatakan bahwa kepercayaan adalah sesuatu yang tidak semestinya dianggap remeh oleh murid maupun guru. “Anda dapat kehilangan kepercayaan dengan cepat. Terkadang butuh waktu untuk membangunnya kepercayaan yang telah hilang, tetapi kapanpun saya melihat perilaku yang bertanggung jawab, maka tentu siapapun bisa kembali naik ke level kepercayaan yang lebih tinggi.” katanya.

Untuk percakapan dan refleksi

  1. Ingatlah masa-masa Anda bersekolah dulu. Apakah ada kenangan yang Anda ingat tentang bagaimana seorang guru memercayai Anda? Apa artinya hal itu bagi Anda?
  2. Bagaimana Anda menggambarkan hubungan antara kepercayaan dengan tanggung jawab?
  3. Bayangkan penerapan tiga tingkat model kepercayaan di kelas Anda.

Ide untuk membangun kepercayaan

  • Di awal tahun ajaran, diskusikan hubungan antara kebebasan dengan tanggung jawab bersama murid Anda. Bantulah mereka untuk memahami bahwa kebebasan yang lebih besar membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar juga.
  • Terapkan tiga tingkat sistem kepercayaan (lihat Gambar 7.2) di kelas Anda. Pertama, kami menganjurkan agar Anda membuat deskripsi kebebasan bersama murid Anda. Kemudian terapkan versi Anda yang telah disesuaikan dan undang murid untuk memberikan umpan balik demi meningkatkan efektivitas keseluruhan cara kerjanya.
  • Manfaatkan motivasi intrinsik murid untuk mengembangkan tanggung jawab mereka. Mulailah dengan mempelajari apa yang memotivasi mereka. Kami merekomendasikan agar para guru memulai tahun ini dengan meminta murid-murid membagikan harapan dan impian mereka mengenai apa yang sebaiknya terjadi selama tahun ajaran.
  • Selenggarakan minggu pembelajaran mandiri untuk murid. Guru dan murid akan menegosiasikan pekerjaan yang perlu diselesaikan sebelumnya, juga membuat aturan untuk minggu ini bersama-sama. Selama minggu pembelajaran mandiri, murid akan menentukan capaian dan kemajuannya sendiri dengan guru yang bersedia untuk mendukung.
  • Ajar murid untuk memeriksa pekerjaan rumah mereka sendiri. Dukung mereka melalui umpan balik saat mereka mengembangkan keterampilan ini dari waktu ke waktu.
  • Bertindak secara bertanggung jawab membutuhkan ekspektasi yang sesuai. Kami menyarankan agar guru dan murid membuat aturan untuk satu sama lain. Praktik pembuatan peraturan ini mendorong rasa kepemilikan murid dan memperkuat pentingnya ekspektasi bersama.
  • Sediakan waktu bagi murid untuk memiliki waktu bebas dengan teman sekelasnya dalam suatu lingkungan yang aman. Setelah kelas virtual berakhir, misalnya, pertimbangkan untuk tidak mengakhiri kelas dan berilah murid beberapa menit untuk bersantai bersama teman-temannya. Sebelum menawarkan reses digital ini, murid perlu diberitahu mengenai aturan main dan setuju untuk mengikutinya. Anda dapat saja tetap online dengan mikrofon yang dimatikan.
  • Sebagai pengajar, rancang dan jalankan “eksperimen kepercayaan” dengan mencari lebih lanjut mengenai apa yang terjadi ketika murid memiliki lebih banyak otonomi di sekolah dengan mengatur ulang praktik harian seperti istirahat, makan siang, dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di lapangan dan lorong sekolah. Rencanakan cara sistematis untuk mengumpulkan bukti, dengan memberikan perhatian khusus pada bagaimana cara murid menyikapi kepercayaan yang diberikan oleh gurunya selama masa percobaan ini.

In Teachers We Trust: The Finnish Way to World-Class Schools, oleh Pasi Sahlberg dan Timothy D Walker, dipublikasikan oleh W. W. Norton & Company, Inc, tersedia sekarang di tautan di atas.