Para guru di seluruh penjuru dunia yang mengalami masa PJJ banyak menemukan manfaat dari pengajaran melalui Video Instruksional salah satunya dalam meningkatkan tingkat keterlibatan murid (Choi, 2021; Moorhouse & Wong, 2022).
Khususnya bagi beberapa guru, peralihan dari penyampaian pengajaran secara langsung menjadi PJJ lewat bantuan konferensi video memberi jalan kepada mereka untuk mengeksplorasi manfaat dari pembuatan video pra-rekaman yang dapat diakses kapanpun oleh murid.
Dalam literatur, pembuatan video instruksional untuk murid masih menjadi sebuah dilema yang berkelanjutan dan belum terselesaikan (Fleagle et al., 2018; Maher et al., 2015). Terlepas dari mana video diambil – baik itu YouTube, Sistem Manajemen Pembelajaran sekolah, atau koleksi rekaman instruksi pribadi dari guru sendiri – kembalinya proses belajar kepada metode tatap muka setelah mengalami masa PJJ yang panjang membuka lebih banyak kemungkinan dalam hal penerapan metode di kelas mereka. Bagi yang tertarik, saya telah menyediakan taksonomi terperinci dari berbagai bentuk Video Instruksional yang mungkin menarik bagi guru yang ingin mendiversifikasi metode penyampaian bahan ajar mereka kepada murid, untuk membuatnya lebih mudah diakses serta efektif.
Apa yang hasil riset sarankan?
Bagi banyak orang, cara yang paling umum dilakukan dalam menjalani proses pengajaran lewat bantuan video adalah melalui Flipped Learning(Sams & Bergmann, 2013; Bergmann & Sams, 2014a; 2014b; Bergmann, 2017). Meski demikian, berbagai literatur penelitian menunjukkan bahwa popularitas dari metode ini jauh melampaui bukti akademis yang mendukung tingkat keberhasilannya. Misalnya, Carrie Bredow dan rekan (2021, pp.17) mencatat bahwa “temuan kami menunjukkan bahwa flipped learning hanya dapat menghasilkan manfaat akademis kecil hingga sedang, relatif terhadap pembelajaran berbasis ceramah” dalam ruang lingkup perguruan tinggi. Di mana dalam pengaturan kelas sekunder, meta-analisis dari Li Cheng dan rekan (2019) mencatat bahwa, meski “tampaknya pendekatan pembelajaran flipped learning memang memiliki efek positif pada hasil pendidikan murid kognitif, efeknya terbilang cukup kecil dalam skala model random effect” (pp.21). Temuan utama dari penelitian ini adalah, bahwa satu-satunya elemen yang konsisten dari pendekatan Flipped Learning merupakan penggunaan video, meskipun beberapa masih menggunakan buku teks sebagai gantinya. Ketika elemen umum ini dikeluarkan, pendekatan yang diadopsi di dalamnya tercatat sangat beragam, dan karena itu sulit untuk disintesis.
Melihat melampaui pedagogi spesifik dari Flipped Learning, teori pembelajaran Multimedia Mayer (2002; 2005) menunjukkan bahwa pembelajaran melalui video terbukti lebih unggul dari materi pembelajaran mode tunggal lainnya - misalnya lembar kerja dan presentasi PowerPoint - dalam ruang lingkup uji coba. Oleh karena sebagian besar sekolah mengandalkan PowerPoint, lembar kerja, buku teks, dan novel (bukan podcast, video, dan screencast) sebagai metode penyampaian utamanya, temuan ini tentu menjadi tantangan bagi pengajaran umum yang selama ini telah dilakukan.
Untuk alasan ini, fokus perlu diberikan kepada penggunaan dan manfaat dari Video Instruksional sebagai keragaman sarana instruksi dan penyampaian informasi kepada murid, kita perlu mendapatkan cara untuk menyederhanakan pendekatan ini dan fokus pada apa yang dapat berhasil.
Enam metode untuk menerapkan Video Instruksional dengan murid
Berikut adalah enam pendekatan umum untuk menerapkan pengajaran lewat Video Instruksional di ruang kelas atau lingkungan pendidikan.
1. Instruksi kelas langsung, gaya-ceramah, direkam. Contoh paling umum dari aplikasi Video Instruksional dalam dunia pendidikan adalah instruksi langsung yang seperti pengajaran pada umumnya, yang difilmkan untuk diakses di kemudian hari. Meski sederhana, pendekatan ini bukanlah perubahan yang tidak signifikan bagi pembelajaran lewat instruksi langsung, karena memungkinkan konten untuk diakses secara faktual, dengan gaya “video-on-demand”. Penggunaan pendekatan semacam ini yang paling dikenal luas di dalam dunia universitas. Di Australia, seorang guru matematika Eddie Woo, dikenal luas setelah merekam elemen instruksi langsung dari pelajaran matematikanya secara lengkap lewat pendekatan ini.
2. Konten instruksional: menonton video bersama di ruang kelas. Ruang kelas dapat saja diubah menjadi bioskop untuk tujuan pendidikan, di mana guru dan murid sama-sama terlibat untuk menonton Video Instruksional. Ciri dari pendekatan ini adalah adanya interupsi serta kontrol output video oleh guru. Guru dapat kapanpun memutuskan untuk berhenti sejenak dan membuka diskusi agar murid terlibat satu sama lain secara sosial, yang juga akan menambah dimensi lain pada penerapan pendekatan ini.
3. Flip parsial: beberapa konten diselesaikan di kelas, beberapa di rumah. Metode ini cocok menjadi pembuka dari pendekatan Flipped Learning dalam mengajar. Pendekatan ini menyerupai beberapa elemen instruksi kelas yang berlangsung melalui video serta elemen lain yang diselesaikan dalam ruang belajar. Pemilihan konten menjadi perhatian utama guru. Secara garis besar, konten yang perlu dipelajari dengan cara “menghafal” dapat dengan mudah diselesaikan di luar kelas.
4. Rotasi di dalam kelas: murid berpindah dari beberapa pilihan video yang mencakup topik yang berbeda secara berurutan atau tidak berurutan. Metode ini membutuhkan beberapa jenis video dari guru yang sebelumnya telah mengatur urutannya agar logis secara pedagogis di ruang kelas. Murid diminta untuk bergantian menonton video dengan arahan dari guru.
5. Model Campuran Fleksibel: kombinasi dari model di atas, kerap ditentukan oleh ketersediaan konten dan ragam kelompok murid. Pendekatan ini merupakan kombinasi dari semua pendekatan di atas serta pengajaran tradisional. Pendekatan ini responsif terhadap kebutuhan murid dan mampu menyesuaikan langkah-langkah yang dilakukan dalam metode rotasi di atas, dengan cara yang ditentukan oleh guru.
6. Flip penuh: semua konten dibahas di rumah, melalui video atau teks, sedangkan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas diupayakan agar menjadi lebih aktif dan berpusat pada murid. Model flip penuh paling sering dilakukan oleh universitas dan mengharuskan semua konten diselesaikan sebagai persiapan untuk menghadiri kelas tatap muka. Ini berarti bahwa semua materi kuliah perlu diselesaikan melalui video yang telah direkam sebelumnya.
Penting untuk dicatat bahwa setiap guru yang memutuskan untuk mencoba berbagai pendekatan di atas juga perlu mengikuti beberapa catatan tambahan – yang dengannya, aplikasi Flipped Learning penuh sebenarnya tidak mustahil dilakukan dalam waktu seminggu kerja. Namun, perlu dipertimbangkan catatan untuk masing-masing model agar guru mampu menentukan langkah tambahan untuk mengembangkan pendekatan Video Instruksional mereka dengan efisien.
Kemampuan pendekatan Video Instruksional atau Flipped Learning untuk menggeser pendekatan pedagogis formal perlu diperhatikan. Sementara hasil murid mungkin tidak meningkat secara dramatis sebagai hasil dari masing-masing pendekatan ini, saya pribadi dapat menjamin bahwa nilai yang dibawa oleh pendekatan ini dapat secara dramatis mengubah pedagogi dalam hubungannya dengan perubahan beban serta alur kerja bagi guru yang menerapkannya.
Referensi
Bergmann, J., & Sams, A. (2014a). Flipped learning: Gateway to student engagement. International Society for Technology in Education (ISTE).
Bergmann, J., & Sams, A. (2014b). Flipped learning for science instruction (Vol. 1). International Society for Technology in Education.
Bergmann, J. (2017). Solving the homework problem by flipping the learning. ASCD.
Bormann, J. (2014). Affordances of flipped learning and its effects on student engagement and achievement. Graduate Research Papers. 137. https://scholarworks.uni.edu/grp/137
Bredow, C.A., Roehling, P.V., Knorp, A.J., & Sweet, A.M. (2021). To flip or not to flip? A meta-analysis of the efficacy of flipped learning in higher education. Review of Educational Research, 91(6), 878-918. https://doi.org/10.3102/00346543211019122
Cheng, L., Ritzhaupt, A.D., & Antonenko, P. (2019). Effects of the flipped classroom instructional strategy on students’ learning outcomes: A meta-analysis. Educational Technology Research and Development, 67(4), 793-824. https://doi.org/10.1007/s11423-018-9633-7
Choi, C. (2021, March). Assessment of Course Materials Developed for Remote Instruction. In Proceedings of ASEE Southeastern Section Conference [virtual].
Fleagle, T.R., Borcherding, N.C., Harris, J., & Hoffmann, D.S. (2018). Application of flipped classroom pedagogy to the human gross anatomy laboratory: Student preferences and learning outcomes. Anatomical Sciences Education, 11(4), 385-396. https://doi.org/10.1002/ase.1755
Mayer, R.E. (2002). Multimedia learning. In Psychology of Learning and Motivation (Vol. 41, pp. 85-139). Academic Press. https://doi.org/10.1016/S0079-7421(02)80005-6
Mayer, R.E. (2005). Cognitive theory of multimedia learning. The Cambridge Handbook of Multimedia Learning, 41, 31-48.
Maher, M. L., Latulipe, C., Lipford, H., & Rorrer, A. (2015, February). Flipped classroom strategies for CS education. In Proceedings of the 46th ACM Technical Symposium on Computer Science Education (pp. 218-223). https://doi.org/10.1145/2676723.2677252
Moorhouse, B. L., & Wong, K.M. (2022). Blending asynchronous and synchronous digital technologies and instructional approaches to facilitate remote learning. Journal of Computers in Education, 9(1), 51-70. https://doi.org/10.1007/s40692-021-00195-8
Sams, A. & Bergmann, J., (2013). Flip your students' learning. Educational Leadership, 70(6), 16-20.
Bagaimana pembelajaran jarak jauh mengubah pendekatan Anda dalam menggunakan konten video instruksional? Apakah ada manfaat yang dibawa oleh pendekatan ini bagi murid? Bagaimana hubungannya dengan alur dan beban kerja Anda?