Pentingnya welas asih dalam profesi mengajar

Tentu ada berbagai cara untuk mengajar, namun satu aspek penting yang perlu dibicarakan secara terbuka adalah; pentingnya welas asih dalam mengajar.

Seorang guru bisa saja mengajar secara efektif, efisien, inklusif, dan strategis. Namun, tanpa welas asih, murid bisa menderita. Sebagai ilustrasi, gambaran fiksi (namun familier);

Sarah selalu bersusah payah dalam pelajaran matematika. Sejak pertama masuk sekolah hingga tahun ini di Kelas 9, ia selalu berada di kelas khusus untuk murid yang membutuhkan dukungan dalam pelajaran matematika. Lalu untuk pertama kalinya, ia ditempatkan di kelas umum bersama anak lain yang tidak membutuhkan dukungan. Ia dan orang tuanya sangat bangga pada pencapaian ini. Di kelas barunya, meski berusaha keras namun ia tetap sulit mengikuti laju murid lainnya.. Sarah merasa bingung karena segala sesuatu bergerak terlalu cepat baginya dan ia terlalu malu untuk berbicara. Ketika dia pertama kali mencoba bertanya pada guru tentang apa yang harus dia lakukan, jawaban cepat datang dari gurunya: “Saya baru saja menjelaskan ini” dan membuatnnya malu untuk terus bertanya. Ketika hasil tes pertama dibagikan, guru berkata “Sarah, kamu mendapatkan nilai terburuk di kelas; Saya perlu mendiskusikan ini dengan orang tuamu,” dengan suara yang cukup keras untuk didengar semua murid lain. Hal ini membuat Sarah sangat tertekan.

Ketika saya memikirkan sikap guru Sarah, kata-kata ibu saya seakan bergema di dalam kepala: “Sebelum kamu berbicara, tanyakan pada dirimu sendiri, apakah itu benar, apakah itu perlu, dan apakah itu baik?”

Dalam cerita ini kita bisa yakin sepenuhnya bahwa guru yang Sarah adalah seseorang yang kejam kepada muridnya, namun saya akan menyebut bahwa guru-guru semacam ini tidak memiliki kebaikan hati yang ditutntut oleh pekerjaannya secara profesional. Memang benar: Sarah telah gagal dalam ujian, tetapi ujian yang didasarkan pada pendekatan pedagogi dan penilaian yang tidak sesuai maupun baik untuk Sarah. Lalu jelas sangatlah tidak perlu untuk mengungkapkan nilai Sarah yang rendah secara terbuka, dan untuk seorang guru tetap melakukan hal tersebut adalah tindakan yang tidak baik secara umum.

Lalu, bagaimana seorang guru bisa secara profesional menjadi tidak baik? Mereka tidak baik dalam ketidakmampuannya menunjukkan belas kasih ketika merancang atau melaksanakan pengajaran, dalam ketidakpedulian profesionalnya dengan mengabaikan atau tidak memyempatkan diri untuk mengetahui latar belakang murid mereka dan memberikan empati serta menyesuaikan pendekatan dalam melakukan asesmen, juga dengan tidak memperlakukan pemberian umpan balik sebagai hal yang sifatnya pribadi antar guru dengan murid partikular.

Cerita di atas menggambarkan lebih dari sekadar kegagalan untuk mendemonstrasikan kemampuan menjadi guru yang inklusif. Kurangnya welas asih profesional akan merusak kapasitas murid untuk belajar, mengerjakan tes dengan baik, dan menjadi pembelajar yang tangguh dan termotivasi.

Saya melihat bahwa kebaikan adalah sifat umum yang penting untuk dimiliki semua orang, namun memang welas asih profesional adalah keahlian yang khusus dituntut dari seorang guru. Mengajar memang sama sekali berbeda dengan profesi lainnya dalam hal ini.

Welas asih profesional diperlukan ketika merancang pembelajaran, memberlakukan pilihan pedagogis, memilih kurikulum, dan membentuk pendekatan penilaian. Adalah penerapan belas kasih dan empati secara tulus yang sebenarnya akan membantu guru menghadapi tantangan dalam melibatkan diri dalam proses pembelajaran setiap murid.

Seorang guru harus turut membangun konsep diri dan ketahanan hati murid, serta melahirkan nilai-nilai kemanusiaan untuk setiap murid mereka sehingga dapat menyentuh hati masyarakat lebih jauh lagi. Dalam proses ini, tentu sangat sesuai jika mereka melakukannya dengan penuh perhatian dan penerapan welas asih.

Tentu saya bukanlah orang pertama yang menghubungkan pentingnya welas asih dan hubungannya dengan pengajaran. Steve Broidy (2019) sebelumnya telah menulis tentang Kindness Oriented Teaching Ethic (KOTE), yang menghubungkan kebaikan guru di kelas dengan tujuan pendidikan yang demokratis. Dia menjelaskan bahwa ini hanya dapat terjadi jika guru mampu membangun lingkungan demokratis yang didukung oleh kebijakan yang tepat serta interaksi positif antara guru dengan muridnya.

Hal tersebut merupakan tugas yang penting bagi guru, namun yang ingin saya tambahkan adalah bagaimana welas asih profesional bukan hanya tentang menunjukkan cara positif untuk terlibat dengan orang lain. Bahwa, kebaikan profesional, adalah hal yang sifatnya secara langsung relevan dengan semua yang dilakukan guru.

Beberapa peneliti lain menegaskan bahwa teaching excellence membutuhkan satu topik khusus mengenai penghargaan profesional terhadap welas asih. Stephen Rowland (2009), misalnya, berbicara tentang welas asih sebagai syarat untuk mencapai keunggulan pengajaran. Artinya, guru yang baik adalah seseorang yang mampu membawa sifat welas asih ke dalam pengajaran mereka. Sekali lagi, perspektif ini tidak memberikan penekanan yang kuat pada perlunya welas asih seorang guru secara profesional. Rowland, melihat kebaikan hanya relevan untuk mencapai excellent, sedangkan saya berpendapat bahwa hal ini adalah persyaratan mendasar untuk setiap profesional agar bisa melakukan pekerjaannya secara efektif.

Berangkat dari pertanyaan penelitian saya: Dengan cara apa welas asih terwujud dalam praktik profesional mengajar? Saya mendapatkan izin dari Southern Cross University Human Ethics Committee untuk meminta perspektif dari dua orang kolega tentang hal ini – seorang murid sekolah menengah dan seorang guru prajabatan. Murid yang saya ajak diskusi berpendapat:

Guru yang baik hati akan menunjukkan keinginannya pada murid untuk memiliki hubungan yang sifatnya interaktif. Mereka mengatakan hal-hal yang mendorong murid mencapai apa yang mereka inginkan sambil mencoba membantu. Penting untuk guru agar memiliki hati yang baik sebab saya sendiri merasa tidak ingin berada di sekolah jika saya tidak terdorong untuk melakukan berbagai tugas dengan bantuan dari seseorang yang terus mendukung saya.

Kebaikan dalam hal ini dianggap sebagai perilaku yang dapat diamati dan terkait dengan berbagai tugas yang diperlukan, yang salah satunya tergantung pada keinginan diri murid dan interaksi positif di sekolah yang dipimpin oleh seorang guru.

Guru pra-layanan kolega saya berkata:

Guru menunjukkan welas asih mereka dalam cara mereka melakukan pengajaran, bahasa yang mereka gunakan, dan cara mereka berinteraksi dengan murid baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini semestinya bersifat paripurna, termasuk dengan mendemonstrasikan perilaku yang mereka ajarkan kepada murid… Ada ketumpang-tindihan dalam menjadi seorang praktisi inklusif. Masih saja bisa, bagi seseorang untuk menjadi inklusif yang tetap tidak sama dengan bersikap baik. Mendemonstrasikan praktik dan kebiasaan yang Anda harapkan dari murid Anda tidak selalu berkaitan dengan menjadi inklusif. Namun, hampir selalu berhubungan dengan welas asih, dan dalam beberapa area kedua hal tersebut nyatanya berkaitan, seperti bahasa dan aktivitas yang digunakan di kelas untuk berinteraksi dengan murid.

Dua poin penting di sini adalah bahwa welas asih hadir dalam pilihan profesional yang dibuat oleh guru di setiap kesempatan, dan itu selaras dengan, namun berbeda dari, menjadi praktisi inklusif. Kedua orang yang diwawancarai membuat argumen yang kuat bahwa welas asih adalah kebutuhan mutlak bagi guru. Deskripsi mereka tentang bagaimana seorang guru perlu welas asih menunjukkan poin saya bahwa welas asih adalah hal yang penting untuk diterapkan dan sebuah keahlian profesional.

Kebaikan profesional semacam ini membutuhkan pengetahuan profesional yang mendalam dari setiap murid, dikombinasikan dengan penilaian yang cermat dan penuh kasih terhadap kebutuhan perkembangan dan konseptual mereka.

Menjadi welas asih secara profesional tergantung pada kemampuan untuk membangun hubungan baik serta keterampilan interpersonal yang mencerminkan pemahaman diagnostik guru dalam memahami kepercayaan diri, motivasi, dan kemampuan akademis murid mereka. Guru yang baik hati membangun kepercayaan, memberi dorongan yang tepat, bijaksana, dan dapat membedakan setiap aspek kemampuan mereka dengan cara yang memancarkan kasih sayang serta menghargai individu.

Welas asih seharusnya tidak hanya dimiliki oleh guru yang mendapatkan predikat “sangat baik”. Hal ini perlu mulai dilihat sebagai tuntutan untuk memenuhi pengajaran yang efektif. Namun, sayangnya, di sini belum menjadi persyaratan. Tidak ada referensi tentang kebaikan, kasih sayang, atau empati yang diterapkan dalam standar profesional Australia mana pun.

Negara telah menuntut banyak dari guru dalam 37 Australian Professional Standards for Teaching (AITSL, 2020). Namun sebenarnya, masih banyak lagi yang bisa kita tambahkan, dan saya menegaskan bahwa welas asih adalah salah satu yang pantas menjadi prasyarat seorang guru. Australian Professional Standards for Teaching telah menyatakan persyaratan bagi guru untuk menunjukkan kemampuan mereka untuk menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan inklusif. Namun, welas asih profesional sejatinya lebih dari hal-hal tersebut. Nyatanya, hal ini berbeda dengan apa yang telah dituntut oleh negara.

Kita hidup di zaman yang luar biasa; dengan adanya kekerasan, intoleransi, penindasan sistematis, dan prasangka. Tidak ada waktu yang lebih baik untuk menyerukan profesi kita agar merangkul nilai-nilai kemanusiaan dan mengekspresikannya melalui welas asih dalam profesi kita. Hal ini penting dan harus menjadi persyaratan – sebuah standar profesional.

Referensi

AITSL. (2021). Professional Standards for Teaching. Australian Institute for Teaching and School Leadership. https://www.aitsl.edu.au/teach/standards

Broidy, S. (2019). A case for kindness: A new look at the teaching ethic. Stylus Publishing.

Rowland, S. (2009). Kindness. London Review of Education, 7(3), 207-210.

Tinjau artikel dan buat daftar aspek welas asih profesional yang disorot oleh Profesor Nan Bahr. Pikirkan tentang interaksi yang baru-baru ini Anda lakukan dengan murid Anda: Apakah ada aspek welas asih profesional yang Anda yakini sebagai kekuatan Anda? Apakah ada area yang perlu Anda tingkatkan?